Tembakau Sebagai Emas Hijau Masyarakat Lombok Timur



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. "Tanaman tembakau di Lombok Timur ibarat seperti emas hijau," ujar Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur, Mirza Sophian kepada Tim Jelajah Ekonomi Tembakau KONTAN.

Kalimat itu menggambarkan efek tembakau terhadap kesejahteraan petani di daerah Lombok, khususnya di Lombok Timur. Mirza menyebutkan bahwa para petani di Lombok Timur banyak bergantung pada tembakau untuk mengirimkan anak-anaknya mengenyam pendidikan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Menanam tembakau sudah turun temurun karena sejak zaman Belanda sudah ada inisiasi menanam tembakau," ceritanya kepada Tim Jelajah Ekonomi Tembakau KONTAN.


Baca Juga: Implementasi Cofiring PLTU Jeranjang Berpotensi Kerek Ekonomi Masyarakat Lombok

Menurutnya, tembakau memberikan efek yang cukup besar terhadap kesejahteraan para petani. Maklum saja, per 2023 jumlah petani terdaftar sekitar 16.300 orang, dengan rata-rata kepemilikan lahan seluas 25 are atau setara 1/4 hektare (ha).

Menurutnya, banyak masyarakat yang menggantungkan kesejahteraan hidupnya pada hasil tembakau lantaran menjanjikan. Apalagi harga yang membaik dalam tiga tahun terakhir, sehingga banyak petani yang juga menyewa lahan untuk menggenjot produksinya.

Berdasarkan datanya, Mirza menerangkan bahwa biaya untuk menghasilkan tembakau yang sudah dikeringkan atau tembakau krosok dengan cara oven sebanyak 1 kilogram (kg) sebesar Rp 46.000. Adapun rata-rata harga tembakau tahun ini sebesar Rp 65.000 per kilogram, dengan harga terendah Rp 42.000 dan harga tertinggi Rp 74.000.

"Bayangkan jika 1 ha bisa hasilkan 2 ton, tinggal dikalikan saja keuntungannya," paparnya.

Baca Juga: 6 Dampak Si Emas Hijau alias Daun Sirih, Cek Informasinya

Bahkan, keuntungan petani bisa meningkat apabila tidak melakukan penyewaan tanah. Ia menerangkan biaya Rp 46.000 sebagian besar dari biaya sewa lahan.

Selain itu, Mirza menuturkan bahwa tembakau juga memberikan efek berganda pada perekonomian di Lombok Timur. Sebab, dengan membaiknya harga tembakau maka pendapatan para pekerja juga ikut meningkat. "Hari kerja orangnya selama 600 hari dari mulai menanam hingga masuk gudang industri," terangnya.

Oleh karena itu juga, Mirza menerangkan juga dirinya tak henti-hentinya mengingatkan untuk menjaga produksi tembakau. Sebab, jika terjadi kelebihan suplai dapat menurunkan harga tembakau lantaran tembakau masih harus difermentasikan selama 2-3 tahun digudang setelah perusahaan membeli dari petani.

Adapun tahun 2024, luas lahan tanam sebesar 26.000 ha. Setiap 1 ha, ia menghimbau menjaga produksi tembakau virginia sebesar 1,8 ton - 2,5 ton sementara untuk tembakau rakyat sebesar 1,2 ton - 1,5 ton. Maklum, Mirza menyebut Lombok Timur menjadi penghasil tembakau terbesar di Lombok.

Karenanya, untuk membantu menyerap hasil tembakau, pihaknya bersama Provinsi membangun Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau (APHT). Ia menuturkan, usaha yang masuk ke APHT untuk kelas UMKM.

Baca Juga: Harga Emas Melonjak, Masyarakat Justru Semakin Antusias Membeli

APHT memiliki lima gudang dan saat ini baru dua usaha tembakau yang masuk. "Baru berjalan satu tahun, kami masih mencari UMKM yang mau masuk," sebut Mirza.

Saat disambangi, pimpinan CV. Raka Dimas Santoso, Gaguk Santoso menuturkan APHT menjadi angin segar bagi perekonomian setempat. Sebab, membuka lowongan pekerjaan baru dan membantu kesejahteraan warga sekitar.

Sebagai pionir yang masuk di APHT, Gaguk bercerita awalnya cukup berat. Ia bilang banyak disebut membohongi masyarakat sampai mencemari lingkungan. "Seiring berjalannya waktu, setelah masyarakat merasakan manfaatnya, sekarang full senyum semua," ceritanya.

Roda ekonomi setempat juga bergerak, karena para pekerja gajian 10 hari sekali dan uang yang beredar disebut sekitar Rp 70 juta. "Jadi setiap bulan setidaknya ada perputaran uang sekitar Rp 250 juta dan akhirnya yang jualan gorengan di sekitar laku dan lain sebagainya," sambungnya.

Adapun ia memiliki sekitar 200 pekerja. Karyawannya hampir seluruhnya merupakan wanita, mulai dari usia 17 tahun hingga 60 tahun.

Baca Juga: Tembakau Lombok Jadi Pilar Ekonomi Daerah dengan Potensi dan Tantangan

Selain dari masyarakat sekitar, APHT juga sebagai bagian upaya untuk memberantas rokok ilegal. Sebab, setiap gudang dipasangi CCTV dan bahkan pada pintu depan, selalu ada pegawai bea cukai yang bertugas sehingga memastikan setiap batang yang keluar merupakan barang legal.

"Tentunya juga menyumbang cukai untuk negara," katanya.

Ia menyebut, dalam setahun cukai yang dihasilkan dari tempatnya hampir Rp 3 miliar. "Target saya ke depan dalam satu bulan capai Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar," sambungnya.

Karenanya, Gaguk juga berharap dirinya mendapatkan Bantuan Langsung Tunai Dana Bagi Hasil CukaiĀ  Hasil Tembakau (BLT DBHCHT) seperti yang terjadi di Jawa selama lima tahun terakhir. Sebab, di Lombok belum ada.

"Karena sumbangan kami juga cukup besar kan, tahun lalu dengan adanya APHT pendapatan DBHCHT sebesar Rp 78,6 miliar," ujarnya.

Baca Juga: Lanjutkan Warisan Keluarga, Shaminudin Mengalap Berkah Dari Ladang Tembakau

Sanila Irmayana, salah satu pegawai CV. Raka Dimas Santoso juga menyebutkan selama bekerja di sana memang belum mendapatkan BLT. Padahal di awal disebut akan mendapatkan BLT bahkan BPJS.

Meski begitu, keberadaan APHT membantunya dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam menjalani perannya sebagai ibu tunggal. Ia menyebutkan per batang yang dihasilkan diharga Rp 32 rupiah dan dalam sehari ia menghasilkan paling tidak sebanyak 1.500 batang.

"Jadi membantu untuk kehidupan sehari-hari," ceritanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli