Tempat peracik jamu warisan nenek moyang (1)



Jamu tradisional berbahan baku rempah-rempah dari alam Indonesia merupakan salah satu warisan nenek moyang yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Di tengah gempuran obat-obatan modern, produk jamu tradisional masih tetap mendapat tempat di pasar lokal bahkan internasional.

Salah satu wilayah yang menjadi tempat produksi jamu tradisional adalah di Yogyakarta. Ada beberapa kecamatan di Kabupaten Bantul, terdapat sejumlah sentra pembuatan jamu tradisional yang sudah beroperasi sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Salah satunya berada di Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta.  

Produksi jamu di tempat ini memang belum sebesar industri Jamu Sido Muncul atau Nyonya Meneer, namun sentra sudah cukup terkenal seantero Yogyakarta dan sekitarnya. Di sini terdapat dua kelompok besar produksi jamu tradisional yaitu jamu godog dan jamu serbuk. Masing-masing kelompok terdiri dari 50 orang pembuat jamu.


Saminah (65 tahun), salah satu pembuat jamu di sentra ini mengaku sudah membuat jamu sejak dia remaja. Kira-kira tahun 1970-an, Desa Argomulyo memang sudah dikenal dengan sebutan kampung jamu sebab hampir semua orang berprofesi sebagai tukang jamu. Saat dia dan warga lainnya masih menjadi tukang jamu gendong keliling.

Namun bedanya, saat ini pembuat dan penjual jamu gendong keliling sudah tidak sebanyak dulu. Karena seiring berkembangnya zaman, jamu-jamu tradisional kini sudah dikemas dan diproduksi secara massal dan dikemas lebih modern.

Saminah adalah ketua kelompok pembuatan jamu godog bernama Kelompok Wiji Temulawak yang memiliki 25 orang anggota pembuat jamu. Kelompok ini dibentuk sejak tahun 2013 dengan tujuan agar mereka lebih mudah melakukan pemasaran maupun pembelian bahan baku.

Kelompok Jamu Godog Wiji Temulawak memproduksi jamu dalam bentuk dedaunan, akar, dan biji kering yang dikemas dalam plastik. Bahan baku jamu berasal dari temulawak, kayu seucang, biji kapulaga, hingga kayu manis.  

Harga jual Rp 4.000 per bungkus untuk ukuran kecil dan Rp 7.000 bungkus untuk ukuran besar. Produksi jamu dilakukan seminggu dua kali. Sebab, untuk membuat jamu godog ini, perlu pengeringan bahan-bahan baku yang memakan waktu sekitar dua hari hingga tiga hari. Saminah bisa menghasilkan 100 bungkus-200 bungkus sebulan. Omzetnya sekitar Rp 8 juta per bulan.

Tidak jauh dari tempat ini, terdapat pula sentra produksi jamu serbuk. Pembuat jamu serbuk tergabung dalam kelompok Jamu Jati Husada Mulya. Wagiyanti (37 tahun), pembuat jamu di kelompok ini bisa menghasilkan 3.000 bungkus jamu serbuk sekali produksi. Omzet usahanya mencapai Rp 12 juta per bulan.  

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini