Tempe obralan bikin persaingan sengit (3)



Tahun demi tahun, persaingan bisnis tempe di wilayah Surabaya kian ketat. Salah seorang koordinator pengrajin tempe, Muhammad Toyib mengakui, tantangan saat ini terkait pasar. Menurutnya, ada saja yang menjual tempe dengan harga jauh lebih murah. "Kalau harga tempe di luar diobral, itu tantangan besar bagi kami," ujarnya. Bahkan, pada saat harga kedelai melambung tinggi pun, masih ada yang menjual tempe dengan harga murah. Namun menurut Toyib, harga bisa murah lantaran tempe tersebut tidak murni terbuat dari kedelai. "Pembeli kan tahunya bisa dapat lebih murah dan lebih besar. Mereka tidak tahu, ada tempe yang bahannya kedelai dicampur beras jagung supaya hasilnya banyak," bebernya.Menurutnya, masih banyak pembeli yang tidak menyadari perbedaan tempe murni dengan tempe campuran. Soalnya, dari sisi tampilan, perbedaan keduanya memang tidak mudah dikenali. Adapun, cara untuk mengenali tempe campuran adalah dengan memoteknya menggunakan tangan, dan bukan mengiris menggunakan pisau. Tekstur tempe di bagian dalam akan terlihat berbeda.Meski di tengah gempuran harga, Toyib mengaku tetap mempertahankan kualitas tempe dengan tidak memproduksi tenpe campuran. Sementara, untuk menghaapi persaingan harga tersebut, ia mengajak pengrajin yang ia koordinasi membuat berbagai kreasi tempe.

Diantaranya, membuat keripik tempe dengan aneka bentuk dan rasa. "Kami produksi keripik tempe rasa ayam, rasa chiki, rasa cokelat dan sebagainya, sesuai kesukaan pasar," paparnya. Selain itu, mereka juga memasarkan tempe bacam dan tempe mendoan. Dengan memberikan nilai tambah, pembeli pun lebih suka, sehingga penjualan bisa terus berkembang.Hasil produksinya pun tak hanya mampir di pasar tradisional, namun juga dijajakan di sejumlah supermarket ternama. "Produk kami kebanyakan untuk wilayah Surabaya, tapi ada juga yang dijual ke Malang, Bangir dan Gresik," terang Toyib.Koordinator pengrajin tempe lainnya, Abdul Harris bilang, selain persaingan ketat, mereka pun menghadapi tantangan akibat aturan yang mengekang impor kedelai. Beleid itu menyebabkan harga kedelai melambung tinggi. Pria yang akrab disapa Harris ini bercerita, belakangan ini, kedelai yang merupakan bahan baku dasar tempe, harganya naik turun. Contohnya, minggu ini sudah mencapai Rp 750.000 per kwintal, padahal minggu lalu masih Rp 700.000 per kwintal. "Apalagi jelang lebaran, harga akan jauh lebih tinggi. Jika sudah naik, dua hingga tiga bulan setelahnya pun belum tentu kembali ke harga semula," ungkapnya.Ia berharap, aturan pemerintah tidak mempersulit impor. Dengan begitu importir tidak mematok harga jual tinggi. Harris bercerita, harga kedelai pernah melejit ketika pemerintah menerapkan berbagai biaya dan aturan ketat impor kedelai. Setelah harga melonjak, pemerintah memberikan subsidi kepada pengrajin. Namun, subsidi itu tidak efektif. "Kadang tidak tepat sasaran dan ada potongan-potongan biaya, sehingga sampai ke kami tidak penuh," klaim Harris. (Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dupla Kartini