Tempo Scan masuki produk Nutrisi



JAKARTA. PT Tempo Scan Pacific Tbk berencana menggarap pasar nutrisi, termasuk makanan bergizi dasar susu untuk dewasa dan anak-anak. Hal tersebut seiring dengan belanja modal perseroan pada tahun 2013 yang dialokasikan sekitar US$ 60 juta. Namun besarannya dapat berubah dan disesuaikan dengan permintaan pasar yang terus berkembang. “Dana itu sebagian besar digunakan untuk menambah kapasitas pabrik dalam mengantisipasi peningkatan permintaan own product perseroan beberapa tahun ke depan dan penambahan pabrik kategori baru yaitu produk nutrisi,” kata Handojo S. Muljadi, Direktur Utama PT Tempo Scan Pacific Tbk dalam keterangan tertulisnya, Minggu (17/11). Sedangkan kelompok produk OTC (over the counter), tambah dia, perusahaan tetap fokus dengan sembilan merk inti perseroan yakni Bodrex, Hemaviton, Neo Rheumacyl , Oskadon, Bodrexin, Vidoran, Zevit, Contrexyn, Neo Hormoviton. “Market value OTC di Indonesia sekitar US$ 2,1 juta, dimana Tempo Scan menguasai sekitar 14,7% market share,” ujar Handojo. Untuk kelompok Obat Resep, lanjutnya, perseroan tetap fokus pada obat resep yang dikelola melalui unit pemasaran khusus Tempo Rx Farma. Unit ini menjadi bagian dari National Universal Coverage Insurance (BPJS-SJSN) dan berharap menjadi pemain Top 50 di segmen generik. Handojo menyatakan target pertumbuhan penjualan tahun 2013 tidak terlalu agresif. Namun dari sisi profit akan menghasilkan margin yang lebih baik seiring dengan strategi perseroan yang akan meningkatkan porsi penjualan own products Tempo Scan (Farmasi dan CPC). “Kelompok produk ini diyakini mampu memberikan margin lebih tinggi dibandingkan produk-produk divisi distribusi. Sedangkan target 2014, perusahaan berharap minimal kenaikkannya sama dengan pertumbuhan pasar farmasi di Indonesia,” ujarnya. Kenaikkan upah Terkait dengan isu kenaikkan upah buruh, Handojo mengaku, jika tidak sepadan dengan peningkatan produktifitas akan mengikis gross margin perusahaan. Meski kalangan produsen farmasi mempercayai sektor ini tetap tumbuh setiap tahunnya, khususnya pasar consumer health care yang didukung oleh pengembangan retail channel. 

"Kami berharap pemerintah dapat mengeluarkan peraturan yang jelas tentang penentuan upah minimum yang mendukung kompetisi industri di dalam negeri," katanya. Di Indonesia, ada sekitar 208 perusahaan farmasi. Berdasarkan data Indonesia Total Market Analysis (ITMA) pada kuartal II-2013 menyebutkan, ada empat perusahaan farmasi terbesar di Indonesia berdasarkan dosis unit, yaitu Tempo Scan, Kalbe Farma, Kimia Farma, dan GlaxoSmithKline (GSK) produsen farmasi asal Inggris. Berdasarkan data tersebut pasar farmasi di Indonesia masih didominasi oleh perusahaan lokal dengan penguasaan pasar sebesar 70%, sedangkan PMA hanya 30%.

Agar produsen lokal dapat mempertahankan daya saingnya, Handojo berharap adanya perbaikan kebijakan yang mendukung industri farmasi di dalam negeri. Perbaikan tersebut di antaranya aturan yang jelas terkait upah minimum, menyederhanakan aturan bagi industri farmasi dan prosedur registrasi produk yang efisien.


"Terutama minimnya ketersediaan bahan baku di dalam negeri, karena hampir semuanya masih impor,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan