Temukan bukti baru kasus Montara, KLHK akan ajukan gugatan lagi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah bersiap melaksanakan riset akhir dampak tumpahnya minyak di Blok Montara. Setelah riset rampung, KLHK siap mengajukan kembali gugatan terhadap PT PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) Pty Ltd.

Hal ini berbeda dengan yang disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, yang menginginkan penyelesaian sengketa dilakukan di luar jalur litigasi.

"Saya berpijak pada rapat 23 Maret 2018, di sana pertemuan antara PTTEP. Kesimpulannya ada dua hal, pertama kalau memang mau damai, tapi harus melalui pengadilan. Kesimpulannya gugatan akan tetap diajukan. Kedua, akan dilakukan CSR. Gugatan ke pengadilan diajukan, CSR dijalankan, dan diawasi masyarakat," kata Direktur Penyelesaian Sengketa KLHK Jasmin Ragil Utomo kepada KONTAN, Senin (30/4).


Gugatan akan tetap diajukan, lantaran Ragil mengaku pihaknya telah menemukan bukti-bukti baru soal dampak tumpahan minyak tersebut. Misalnya bahwa adanya kerusakan jangka panjang atas karang-karang, dan ekosistem bawah laut.

Meski demikian ia mengaku, KLHK masih akan melakukan riset tahap akhir untuk mengakumulasi seluruh dampak-dampak tersebut. "Kami ada bukti baru, bahwa kerusakan semakin masif, kemudian Desember kami verifikasi, kemudian ada bukti dari segi lingkungan, ada korelasi antara minyak yang di karang dengan minyak Montara," paparnya.

Menurut Ragil, hasil riset itu pun kelak akan berfaedah guna menambah bukti-bukti dalam gugatan yang akan diajukan.

Tak seperti sebelumnya, kata Ragil, gugatan yang akan diajukan bukan atas perbuatan melawan hukum, melainkan bersifat strict liability yang menuntut tanggung jawab mutlak dari perusak lingkungan.

Gugatan strict liability tercantum dalam UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian diubah dengan UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam pasal 88 disebutkan: Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3 (bahan berbahaya dan beracun), menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Oleh karena itu, Ragil menyebut, ada potensi bahwa nilai ganti rugi yang diajukan bisa bertambah. "Memang ada potensj, tapi saya belum katakan lebih besar. Karena kita masih perlu memperdalam lagi," jelasnya.

Kasus tumpahan minyak Blok Montara terjadi pada 2009, yang kemudian merembes ke Laut Timor, Nusa Tenggara Timur. Pada Mei 2017, KLHK sempat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap tiga perusahaan, yaitu Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTTEP AA),  The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP), dan The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL).

Dalam gugatan yang diajukan di PN Jakarta Pusat, pemerintah menuntut ganti materil senilai Rp 23,01 triliun. Rinciannya kerugian pada kerusakan hutan mangrove Rp 4,55 triliun, kerusakan padang lamun Rp 1,15 triliun, dan kerusakan terumbu karang Rp 17,3 triliun. Pemerintah menyertakan biaya pemulihan Rp 4,46 triliun dalam gugatannya. Namun, kemudian gugatan itu dicabut, lantaran kabarnya ada kesalahan teknis dalam berkas gugatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini