Tenang sajalah Australia meradang



JAKARTA. Hubungan diplomatik Indonesia dan Australia terus menghangat menjelang eksekusi hukuman mati bagi dua warga negara Australia yang terlibat kasus narkoba. Tapi, kondisi ini diyakini tidak akan mengganggu hubungan ekonomi, khususnya hubungan perdagangan antara kedua negara tetangga ini.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemdag) Nuz Nuzulia Ishak mengatakan, hingga menjelang eksekusi mati dua warga negara Australia, hubungan perdagagan antara kedua negara belum menunjukkan tanda-tanda memburuk. "Masih belum ada perkembangan (ke arah yang buruk), masih seperti biasa," jelasnya, kepada KONTAN, Kamis (5/3).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total ekspor Indonesia ke Australia pada 2014 mencapai US$ 5,03 miliar dimana sekitar US$ 3,7 miliar disumbang dari ekspor non migas. Beberapa komoditas Indonesia yang diekspor ke negeri Kanguru itu antara lain besi dan baja, permesinan, produk kayu, pupuk, elektronik dan tambang.


Sementara itu, total impor Indonesia dari Australia tahun 2014 sebesar US$ 5,6 miliar. Beberapa komoditas impor Indonesia dari Australia antara lain sapi hidup, gandum, briket batu bara, daging beku, alumunium, bijih besi, kapas dan diary product (susu). Lantaran impor Indonesia masih lebih tinggi ketimbang angka ekspornya, neraca perdagangan Indonesia dan Australia tahun lalu masih defisit sekitar US$ 614,32 juta.

Pengamat Perdagangan dari Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Ina Primiana bilang, dari sisi ekonomi pengaruh Australia terhadap ekonomi Indonesia tidak terlalu besar. Sebaliknya, Australia memiliki tingkat ketergantungan tinggi secara ekonomi kepada Indonesia.

Maklum, Indonesia adalah pasar potensial bagi Australia. Buktinya, "Neraca perdagangan Indonesia dengan Australia masih defisit. Kalau hubungan kedua negara memanas, Australia yang rugi," ujar Ina.

Mencari alternatif lain

Nuz juga bilang pemerintah tak khawatir kerjasama perdagangan antara kedua negara bakal terganggu meski kondisi diplomatik sedang memanas. Pasalnya, bila Australia memutuskan hubungan dagang, justru negara Kanguru itulah yang akan menanggung kerugian. Sebab "Selama ini kita lebih banyak impor dari Australia," katanya.

Sementara itu, Ina meyakini memanasnya kondisi politik antara Indonesia dan Australia tidak akan berlarut-larut. Keyakinan itu didasarkan pada pengalaman yang terjadi selama ini. "Indonesia dan Australia sering seperti ini, tapi tidak pernah sampai menimbulkan ketegangan berarti," ungkap Ina.

Meski begitu, bila pemerintah Australia benar-benar memutuskan hubungan dagangnya, kata Nuz, Indonesia masih memiliki banyak alternatif negara asal untuk mengimpor berbagai komoditas yang selama ini dipasok oleh Australia. Impor ternak hidup misalnya, Indonesia memiliki alternatif untuk mengimpor produk yang sama dari Selandia Baru.

Neraca perdagangan Indonesia - Australia

Keterangan 2012 2013 2014
Ekspor US$ 4,90 miliar US$ 4,37 miliar US$ 5,03 miliar
Migas  US$ 1,54 miliar US$ 1,39 miliar US$ 1,33 miliar
Non migas US$ 3,36 miliar US$ 2,97 miliar US$ 3,69 miliar
Impor US$ 5,29 miliar US$ 5,03 miliar US$ 5,64 miliar
Migas  US$ 219,18 juta US$ 208,67 juta US$ 156,72 juta
Non migas US$ 5,07 miliar US$ 4,82 miliar US$ 5,49 miliar
Neraca (US$ 392,23 juta) (US$ 667,68 juta) (US$ 614,32 juta)
Migas  US$ 1,32 miliar US$ 1,18 miliar US$ 1,17 miliar
Non migas (US$ 1,72 miliar) (US$ 1,85 miliar) (US$ 1,79 miliar)
Sumber: Badan Pusat Statistik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia