Tenggat free float bagi emiten semakin dekat



JAKARTA. Tenggat waktu dari Bursa Efek Indonesia (BEI) bagi emiten yang belum memenuhi aturan minimal free float atau minimal saham publik yang beredar 7,5% kian dekat. Awal tahun depan seluruh emiten mesti memenuhi aturan tersebut. "Yang belum 7,5%, tinggal 21 emiten," ujar Tito Sulistio, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (15/10). Sayang, Tito belum mau merinci nama-nama emiten tersebut.

Kewajiban emiten memenuhi aturan itu mengacu pada Surat Keputusan Direksi PT BEI No. Kep-00001/BEI/01-2014. Emiten dapat tetap tercatat di BEI bila memenuhi beberapa syarat. Salah satunya adalah jumlah saham yang dimiliki pemegang saham bukan pengendali dan bukan pemegang utama paling kurang 50 juta saham dan minimal 7,5% dari jumlah saham dalam modal disetor.

Aturan ini juga menyebutkan, jumlah pemegang saham paling sedikit 300 pemegang saham yang memiliki rekening efek di anggota Bursa Efek. Kemudian, emiten juga memiliki komisaris independen dengan ketentuan tertentu. Emiten perlu memenuhi aturan ini paling lambat 2016.


Salah satu emiten yang baru-baru ini berupaya memenuhi aturan tersebut adalah PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), melalui mekanisme penerbitan saham baru (rights issue). Penambahan jumlah saham HMSP yang beredar ke publik dari sebelumnya 1,82% menjadi 7,5%. Dengan aksi ini kepemilikan pemegang saham mayoritas, yakni PT Phillip Moris Indonesia di HMSP berkurang dari 98,18% menjadi 92,5%.

Berdasarkan penelusuran KONTAN sebelumnya, setidaknya 13 emiten yang belum memenuhi syarat minimal saham publik beredar 7,5% (lihat tabel). PT Sinar Mas Agro and Technology Tbk (SMAR) tengah mengkaji penambahan jumlah saham beredar.

Tapi, manajemen SMAR belum memutuskan opsinya. "Masih didiskusikan manajemen, belum final," kata Pinta Chandra, Hubungan Investor  SMAR kepada KONTAN, kemarin.

Salah satu cara untuk menambah jumlah saham yang beredar adalah dengan mekanisme rights issue. Tapi, melihat pasar yang masih berfluktuasi, opsi rights issue bisa kurang maksimal. Pasalnya, "Pasar sedang cenderung menahan diri," kata Reza Priyambada, Kepala Riset NH Korindo Securities.

Lihat saja PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (SRAJ) yang menunda rencana rights issue 40% saham dengan target dana Rp 1,07 triliun. Alif Mualim, Direktur SRAJ, beralasan, penundaan rights issue disebabkan  kondisi perekonomian belum kondusif. SRAJ menunda rights issue hingga melihat prospek bisnis lebih baik di masa mendatang dan hasil optimal bagi pemegang saham.

Opsi lain menambah jumlah saham beredar selain melalui rights issue adalah dengan pemberian dividen dalam bentuk saham atau saham bonus. Reza menilai, sebanyak 11 dari 12 saham emiten tersebut kurang aktif diperdagangkan. Menurut dia, hanya saham PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) yang cukup aktif diperdagangkan. 

Menurut Reza, kinerja keuangan SMCB masih cukup baik, di tengah kondisi pertumbuhan penjualan semen yang melambat. Ke depan, prospek SMCB akan tergantung sejauh mana emiten tersebut memperluas pangsa pasar dan adanya katalis positif dari proyek infrastruktur pemerintah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan