Tenggat kewajiban free float kian dekat



JAKARTA. Tenggat pemenuhan kewajiban saham beredar di publik atau free float bagi emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) semakin dekat. Pada awal tahun depan, seluruh emiten wajib memenuhi minimal 7,5% saham beredar. BEI mencatat, masih ada 13 emiten yang belum memenuhi ketentuan free float.

PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) adalah salah satu emiten yang wajib memenuhi ketentuan itu lantaran saham publik ADMF hanya 5%. Sementara PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) menguasai 95% saham ADMF.

Direktur Utama ADMF Willy S Dharma mengungkapkan, opsi penambahan saham beredar bisa dilakukan dengan rights issue atau divestasi pemegang saham mayoritas. Jika memakai opsi rights issue, tentu ADMF akan memperoleh dana segar. Tapi jika sang induk melakukan divestasi, maka pemegang saham yang mendapatkan uang. "Mungkin ada pilihan lain. Kami masih membahas secara internal," ujar dia, Selasa  lalu (22/9).


Emiten lain yang belum memenuhi aturan free float adalah PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR). Anak usaha Grup Sinarmas ini berusaha memenuhi ketentuan itu. Saham publik emiten perkebunan ini hanya 2,79% saham.

Manajemen SMAR tengah mengkaji penambahan jumlah saham beredar. Namun belum ada keputusan opsi mana yang bakal ditempuh. "Tergantung progress pembicaraan. Karena pasar sedang volatil," ujar Pinta Chandra, Investor Relation SMAR kepada KONTAN.

Tak hanya SMAR yang meragukan penambahan saham beredar saat pasar tengah bergejolak. Manajemen ADMF juga menyadari kondisi pasar saat ini kurang baik. ADMF pun masih memikirkan bagaimana, kapan dan apa pilihan terbaik untuk memenuhi aturan free float.

Bahkan PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (SRAJ) menunda rencana rights issue 40% saham yang mengincar dana hingga Rp 1,07 triliun.

Alif Mualim, Direktur SRAJ beralasan, penundaan rights issue disebabkan ekonomi belum kondusif. Alhasil, SRAJ menunda rights issue hingga melihat prospek bisnis lebih baik di masa mendatang dan hasil optimal bagi pemegang saham.

Porsi saham publik SRAJ sebesar 4,67%. Mayoritas sahamnya dimiliki beberapa pihak. PT Surya Cipta Inti Cemerlang menguasai 53,79%, Minot Light APAC Ltd memegang 14,39%, dan Swiss Universe Holdings Ltd memiliki 13,32%.

Adapun PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha mempunyai 8,01%, Wing Harvest Limited mengempit 5,92%, serta kepemilikan komisaris SRAJ sebesar 0,62%.

Sementara, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) siap menggelar rights issue untuk memenuhi ketentuan free float. Tapi, HMSP mempersempit target harga rights issue. Semula harga rights issue HMSP berkisar Rp 63.000-Rp 99.000 per saham. Kini, target harga rights issue diturunkan menjadi Rp 65.000 hingga Rp 77.000.

HMSP berniat rights issue setara 5,8% modal ditempatkan dan disetor penuh. Pasca rights issue, saham publik HMSP akan bertambah dari 1,82% menjadi 7,62%.

Analis Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe menilai penambahan saham beredar bisa dilakukan dengan menjual saham mayoritas ke investor strategis. Jika rights issue, emiten harus memiliki pembeli siaga.

Dia menilai, aksi rights issue dengan posisi Indeks Harga Saham Gabungan di bawah 4.500 cenderung berat. "Kalau mau aman, tunggu IHSG di atas 5.000," ujar Kiswoyo.

Cuma, Kiswoyo ragu IHSG mampu mencapai 5.000 tahun ini. Jika bunga The Fed menanjak pada Oktober tahun ini, dia menduga, IHSG di akhir tahun ini ditutup di 4.500-4.800. Tapi jika bunga The Fed naik pada Desember, maka IHSG berpotensi ditutup di bawah 4.500 pada akhir 2015.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan