Tensi Geopolitik di Timur Tengah Hingga PMI Manufaktur yang Masih Lesu Menekan Rupiah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah ditutup melemah pada Rabu (2/10). Rupiah spot turun 0,41% ke Rp 15.268 per dolar Amerika Serikat (AS) dan kurs rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) melemah 0,28% ke Rp 15.247 per dolar AS.

Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi menilai pelemahan rupiah masih akan berlanjut pada Kamis (3/10). Ia memprediksi rupiah akan bergerak fluktuatif, tetapi ditutup melemah di rentang Rp 15.250 per dolar AS-Rp 15.320 per dolar AS.

Menurutnya, kekhawatiran konflik di Timur Tengah dapat berubah menjadi perang yang lebih luas setelah Iran menembakkan rudal balistik ke Israel. Iran menembakkan lebih dari 180 rudal balistik ke Israel sebagai balasan atas kampanye Israel terhadap Hizbullah di Lebanon. 


Baca Juga: IHSG Ambles 1,03%, Simak Proyeksinya untuk Perdagangan Kamis (3/10)

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji Iran akan membayar serangan rudalnya terhadap Israel. Sementara pemerintah Iran mengatakan setiap pembalasan akan ditanggapi dengan 'kehancuran besar', meningkatkan kekhawatiran akan perang yang lebih luas.

Presiden AS Joe Biden menyatakan dukungan penuh AS untuk Israel, sekutu lamanya, dan Dewan Keamanan PBB menjadwalkan pertemuan di Timur Tengah pada hari Rabu.

Selain itu, fokus pasar saat ini beralih ke data penggajian swasta AS, dengan para pedagang juga waspada terhadap perselisihan perburuhan di pelabuhan AS. Pekerja dermaga di Pantai Timur dan Gulf Coast memulai aksi mogok berskala besar pertama mereka dalam hampir 50 tahun pada hari Selasa (1/10), yang menghentikan arus sekitar setengah dari pengiriman laut negara itu.

Baca Juga: Rupiah Sulit Rebound, Diprediksi Lanjut Melemah pada Kamis (3/10)

Dari internal, S&P Global melaporkan Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia masih di bawah level 50. Pada September 2024, PMI manufaktur Indonesia di level 49,2, meskipun mengalami peningkatan tipis dari bulan sebelumnya di 48,9.

"Masih lesunya sektor manufaktur RI disebabkan kondisi makro ekonomi global yang sedang lesu, sehingga perusahaan menanggapi dengan mengurangi aktivitas pembelian dan memilih menggunakan inventaris guna menjaga biaya serta efisiensi pengoperasian dengan sangat ketat," tutup Ibrahim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati