Ketekunan dan kejelian melihat celah pasar menjadi kunci sukses pasangan suami istri, Suteja Alim dan Nanik Sumiyati, berbisnis bakery di Semarang. Dari garasi rumah mereka, pasangan tersebut membangun pabrik roti berkapasitas besar.Boleh jadi, Suteja Alim Wijaya dan Nanik Sumiyati tak akan pernah menyangka Virgin Cake & Bakery tumbuh besar seperti saat ini. Usaha yang bermula dari garasi di sebuah rumah kontrakan 13 tahun lalu itu kini menjelma menjadi pabrik roti berkapasitas besar yang mampu mengolah puluhan sak tepung terigu setiap hari.Beberapa tahun belakangan ini, keberadaan gerai roti Virgin di Semarang sangat fenomenal. Gerai Virgin selalu terlihat ramai pengunjung setiap harinya. Pamor Virgin yang berada di suatu kawasan perumahan, yakni Tlogosari, pun terdengar sampai jauh.Pelanggan bakery itu berasal dari berbagai penjuru kota. Bahkan, tidak sedikit konsumen Virgin yang datang dari luar Semarang, seperti Ungaran, Kudus, Jepara, Pekalongan, hingga Tegal.Berangkat dari keinginan mempunyai usaha sendiri dan hobi membuat roti dan kue, Nanik memutuskan untuk membuka toko roti di rumahnya pada 1999. “Kami memakai uang tabungan Rp 25 juta untuk menyewa rumah, sekaligus membuka usaha ini,” kata Teja, panggilan akrab Suteja Alim. Garasi rumah pun disulapnya menjadi toko roti sekaligus tempat produksi. “Bagian depan untuk etalase, di belakang untuk produksi,” ujar Nanik. Selain menawarkan roti yang sudah jadi, ia juga menerima pesanan dari tetangga dan kenalan yang bermukim di sekitar Tlogosari, Semarang.Pesanan pun makin sering berdatangan lantaran kue dan roti bikinan Nanik tidak mengecewakan. Harga yang terjangkau juga menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen. Berkat kedua hal ini, toko roti Virgin pun terus berkembang.Hingga menginjak tahun keempat, Teja melihat perkembangan pesat gerai Virgin. Nanik, yang semula hanya dibantu pembantunya, sudah mempekerjakan puluhan karyawan. Kala itu, Teja masih bekerja sebagai pemasok bahan bangunan. Setelah melihat Virgin berkembang pesat, ia pun lantas berhenti. “Saat itu, saya melihat perkembangan Virgin lebih cepat daripada bisnis saya, penghasilan saya pun bisa tergantikan,” ujar dia. Perputaran uang di bisnis bakery ini lebih bagus ketimbang bisnis bahan bangunan yang tempo pembayarannya lebih lama. Apalagi, ia melihat sang istri kewalahan mengurus bisnisnya sendiri.Dengan ilmu marketing yang dimilikinya, Suteja lantas fokus menggarap bisnis bakery bersama istrinya. Ia sengaja membidik pasar menengah ke bawah. Strategi ini terbukti benar. Pasar menengah bawah yang sangat besar saat itu berhasil mendongkrak omzet Virgin. Produk berkualitas dan harga terjangkau menjadi keunggulan gerai ini. Banyak konsumen berpendapat, meski harganya murah, kualitas roti dan kue Virgin tak mengecewakan. Apalagi, seperti gerai roti premium, Suteja mengadopsi konsep swalayan. Pengunjung bisa memilih dan mengambil sendiri roti yang telah disediakan dalam rak-rak. Sejak 2003, nama Virgin pun semakin terkenal. Bahkan, toko roti ini menjadi buah bibir di kalangan pengusaha bakery Semarang. Banyak pesananTak hanya penyuka roti, banyak pula produsen bahan baku yang berdecak kagum ketika melihat riuhnya pelanggan Virgin. Selain berlomba menjadi pemasok, mereka memberi berbagai pelatihan untuk mengembangkan produk Virgin. “Chef mereka mengajari kami bagaimana teknik memakai bahan baku mereka,” kata Teja. Kejelian membaca perilaku pasar menjadi kunci Teja sukses di bisnis ini. Ia rajin mengamati habit (kebiasaan) konsumen dari hari ke hari, sehingga memahami karakter dan pola penjualan tiap-tiap hari. “Itu penting untuk menekan jumlah produk yang mubazir, karena roti memiliki umur,” terangnya.Ia pun tak segan bertanya langsung kepada konsumen yang memesan dalam jumlah banyak. Sering, ia ikut mengantar pesanan konsumen, sembari mencari informasi soal produknya. “Ternyata, sekarang, banyak orang yang ingin praktis, ketika mempunyai hajat mereka memberi roti sebagai buah tangan,” ujar dia.Tak heran, di musim orang banyak mengadakan hajatan, Virgin selalu kebanjiran pesanan. “Bahkan, roti berbentuk ring yang banyak dipesan, menduduki peringkat teratas penjualan Virgin,” tutur Teja.Tak berhenti dengan mengoperasikan satu gerai saja, tahun lalu, Teja membuka gerai Virgin kedua di Ungaran, Jawa Tengah. Teja sengaja memilih luar Semarang karena ingin menangkap konsumen yang datang dari arah selatan ibu kota Jawa Tengah itu. Di cabang baru yang menempati lahan seluas 1,1 hektare, Teja juga mendirikan pabrik roti Virgin kedua. Ia pun masih punya rencana untuk membuka gerai baru di kawasan barat Semarang. Kini, dengan dua cabang, Teja mempekerjakan lebih dari 200 karyawan di gerai maupun pabriknya. Virgin mampu mendulang omzet ratusan juta hingga miliaran rupiah tiap bulan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tepat pangsa pasarnya, roti Teja-Nanik pun meraja
Ketekunan dan kejelian melihat celah pasar menjadi kunci sukses pasangan suami istri, Suteja Alim dan Nanik Sumiyati, berbisnis bakery di Semarang. Dari garasi rumah mereka, pasangan tersebut membangun pabrik roti berkapasitas besar.Boleh jadi, Suteja Alim Wijaya dan Nanik Sumiyati tak akan pernah menyangka Virgin Cake & Bakery tumbuh besar seperti saat ini. Usaha yang bermula dari garasi di sebuah rumah kontrakan 13 tahun lalu itu kini menjelma menjadi pabrik roti berkapasitas besar yang mampu mengolah puluhan sak tepung terigu setiap hari.Beberapa tahun belakangan ini, keberadaan gerai roti Virgin di Semarang sangat fenomenal. Gerai Virgin selalu terlihat ramai pengunjung setiap harinya. Pamor Virgin yang berada di suatu kawasan perumahan, yakni Tlogosari, pun terdengar sampai jauh.Pelanggan bakery itu berasal dari berbagai penjuru kota. Bahkan, tidak sedikit konsumen Virgin yang datang dari luar Semarang, seperti Ungaran, Kudus, Jepara, Pekalongan, hingga Tegal.Berangkat dari keinginan mempunyai usaha sendiri dan hobi membuat roti dan kue, Nanik memutuskan untuk membuka toko roti di rumahnya pada 1999. “Kami memakai uang tabungan Rp 25 juta untuk menyewa rumah, sekaligus membuka usaha ini,” kata Teja, panggilan akrab Suteja Alim. Garasi rumah pun disulapnya menjadi toko roti sekaligus tempat produksi. “Bagian depan untuk etalase, di belakang untuk produksi,” ujar Nanik. Selain menawarkan roti yang sudah jadi, ia juga menerima pesanan dari tetangga dan kenalan yang bermukim di sekitar Tlogosari, Semarang.Pesanan pun makin sering berdatangan lantaran kue dan roti bikinan Nanik tidak mengecewakan. Harga yang terjangkau juga menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen. Berkat kedua hal ini, toko roti Virgin pun terus berkembang.Hingga menginjak tahun keempat, Teja melihat perkembangan pesat gerai Virgin. Nanik, yang semula hanya dibantu pembantunya, sudah mempekerjakan puluhan karyawan. Kala itu, Teja masih bekerja sebagai pemasok bahan bangunan. Setelah melihat Virgin berkembang pesat, ia pun lantas berhenti. “Saat itu, saya melihat perkembangan Virgin lebih cepat daripada bisnis saya, penghasilan saya pun bisa tergantikan,” ujar dia. Perputaran uang di bisnis bakery ini lebih bagus ketimbang bisnis bahan bangunan yang tempo pembayarannya lebih lama. Apalagi, ia melihat sang istri kewalahan mengurus bisnisnya sendiri.Dengan ilmu marketing yang dimilikinya, Suteja lantas fokus menggarap bisnis bakery bersama istrinya. Ia sengaja membidik pasar menengah ke bawah. Strategi ini terbukti benar. Pasar menengah bawah yang sangat besar saat itu berhasil mendongkrak omzet Virgin. Produk berkualitas dan harga terjangkau menjadi keunggulan gerai ini. Banyak konsumen berpendapat, meski harganya murah, kualitas roti dan kue Virgin tak mengecewakan. Apalagi, seperti gerai roti premium, Suteja mengadopsi konsep swalayan. Pengunjung bisa memilih dan mengambil sendiri roti yang telah disediakan dalam rak-rak. Sejak 2003, nama Virgin pun semakin terkenal. Bahkan, toko roti ini menjadi buah bibir di kalangan pengusaha bakery Semarang. Banyak pesananTak hanya penyuka roti, banyak pula produsen bahan baku yang berdecak kagum ketika melihat riuhnya pelanggan Virgin. Selain berlomba menjadi pemasok, mereka memberi berbagai pelatihan untuk mengembangkan produk Virgin. “Chef mereka mengajari kami bagaimana teknik memakai bahan baku mereka,” kata Teja. Kejelian membaca perilaku pasar menjadi kunci Teja sukses di bisnis ini. Ia rajin mengamati habit (kebiasaan) konsumen dari hari ke hari, sehingga memahami karakter dan pola penjualan tiap-tiap hari. “Itu penting untuk menekan jumlah produk yang mubazir, karena roti memiliki umur,” terangnya.Ia pun tak segan bertanya langsung kepada konsumen yang memesan dalam jumlah banyak. Sering, ia ikut mengantar pesanan konsumen, sembari mencari informasi soal produknya. “Ternyata, sekarang, banyak orang yang ingin praktis, ketika mempunyai hajat mereka memberi roti sebagai buah tangan,” ujar dia.Tak heran, di musim orang banyak mengadakan hajatan, Virgin selalu kebanjiran pesanan. “Bahkan, roti berbentuk ring yang banyak dipesan, menduduki peringkat teratas penjualan Virgin,” tutur Teja.Tak berhenti dengan mengoperasikan satu gerai saja, tahun lalu, Teja membuka gerai Virgin kedua di Ungaran, Jawa Tengah. Teja sengaja memilih luar Semarang karena ingin menangkap konsumen yang datang dari arah selatan ibu kota Jawa Tengah itu. Di cabang baru yang menempati lahan seluas 1,1 hektare, Teja juga mendirikan pabrik roti Virgin kedua. Ia pun masih punya rencana untuk membuka gerai baru di kawasan barat Semarang. Kini, dengan dua cabang, Teja mempekerjakan lebih dari 200 karyawan di gerai maupun pabriknya. Virgin mampu mendulang omzet ratusan juta hingga miliaran rupiah tiap bulan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News