Terancam gagal bayar, manajemen Jababeka (KIJA) merasa jadi korban pemegang saham



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jajaran direksi PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) merasa menjadi korban dari hasil RUPST yang dilakukan pada 26 Juni kemarin. Akibatnya, dalam waktu sebulan perseroan harus membayar utang sebesar US$ 300 juta ditambah dengan bunga.

Budianto Liman, Direktur Utama PT Kawasan Industri Jababeka Tbk menyebutkan kuorum yang dicatatkan pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di luar dugaan. "Ini tidak terduga karena biasanya kami kuorum 50%, ini sangat tidak biasa mencapai 90%," ujarnya di Jakarta, Senin (8/7).

Ia memaparkan perseroan berpotensi alami default lantaran saat RUPST ada satu grup yang mana mewakili 52% menyetujui ada perubahan direktur utama. Padahal, agenda dalam RUPST hanya penambahan direksi dan komisaris. 


Sedangkan, berdasarkan syarat dan kondisi Notes (Senior Guaranteed Notes yang jatuh tempo 2023) ada perjanjian untuk tidak mengganti direktur utama sehingga memantik change of control yang menyebabkan pihaknya harus membayar utang US$ 300 juta dalam tempo 1 bulan setelah RUPST 26 Juni kemarin.

Sekedar informasi, untuk usulan penggantian direktur utama dari nama berikut jabatannya harus telah melalui tahapan evaluasi sebelumnya dari Komite Nominasi dan Remunerasi (KNR) yang dalam hal ini fungsinya dijalankan oleh Dewan Komisaris. Dengan penyampaian surat usulan yang diajukan oleh pihak-pihak yang berada di bawah kendali PT Imakotama dan afiliasinya, sehingga pihaknya melihat telah terjadi acting in concert.

Terkait motif dari acting in concert tersebut, pihaknya juga masih akan meninjau kembali bersama konsultannya. Namun, untuk status pengambilalihan kekuasaan atau dendam atau lainnya ia bilang mengembalikan kepada OJK yang lebih berwenang apakah kejadian ini dianggap sebagai pengambilalihan kekuasaan atau lainnya.

Untuk rencana jangka pendek apabila perseroan tetap diharuskan membayar utang tersebut ia bilang akan segera memanggil pemegang bond dan melakukan komunikasi. "Karena sebenarnya perusahaan ini menjadi victim atas segala yang terjadi," ujarnya.

Budianto juga mengakui bahwa saat ini pihaknya tidak sanggup membayar utang dengan nilai tersebut. Hal tersebut merujuk pada total kas perseroan dalam laporan keuangan kuartal I kemarin sebesar Rp 873,89 miliar.

"Kas tidak siap untuk buyback karena jatuh tempo 2023 jadi tak mungkin kami menyediakan dana menganggur US$ 300 juta," tuturnya. Di luar itu, pihaknya akan terus berupaya menjalankan bisnis seperti biasa.

Analis Senior CSA Research Institue, Reza Priyambada menilai bahwa kejadian ini tidak akan mengganggu kinerja KIJA di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini. Menurutnya kalau dari sisi bisnis tidak banyak tergantung karena dari sisi manajemen ini merupakan pengalihan kewajiban pembayaran ke direksi yang baru.

"Hanya saja yang terganggu justru dari persepsi dan image KIJA dari pelaku pasar. Dengan muncul pemberitaan KIJA default jadi mengganggu investor," ujarnya saat dihubungi secara terpisah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi