Terancam judicial review, KPU tetap siapkan beleid



JAKARTA. Setelah diputuskannya Undang-Undang (UU) Pemilu pada rapat paripurna Jumat dini hari (21/7) disinyalir akan ada elemen masyarakat dan partai politik yang menggugat undang-undang tersebut.

Ambang batas presiden yang ditetapkan menjadi 20%-25% menjadi isu yang banyak ditolak kalangan. Hal ini juga disadari Ketua Panitia Khusus (Pansus) UU Pemilu, Lukman Edy. Ia menyatakan dalam rapat pimpinan yang digelar sebelum putusan rapat paripurna, ada tiga partai yang akan mendorong UU Pemilu diajukan judicial review.

Tak hanya itu, menurut prediksinya, partai-partai baru yang akan maju pada Pemilu 2019 akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, tak dapat dipungkiri partai baru pasti akan dirugikan dengan hasil revisi UU Pemilu itu.


"Partai kecil dan menengah pasti akan dirugikan, tapi sistem negara kita membuka ruang untuk siapapun yang tidak puas silakan mengajukan gugatan," katanya, Jumat (21/7).

Terkait dengan kemungkinan diajukannya judicial review pada UU Pemilu 2019, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, pihaknya masih akan berpatokan pada pasal UU Pemilu yang telah disahkan.

"Tak masalah jika ada yang judicial review karena prinsip kerja KPU menggunakan hukum positif. Sepanjang undang-undang ini berlaku dan tidak ada pembatalan ya kita gunakan," kata Arief pada KONTAN, Minggu (23/7).

Namun, Arief bilang, jika ada perubahan pasal atas putusan MK, KPU akan menjalankannya hasil putusan tersebut.

Saat ini, kata Arief, pihaknya tengah menyelesaikan draf peraturan KPU (PKPU). Namun, penerbitan PKPU itu harus menunggu UU Pemilu disahkan dalam catatan negara. "Drafnya tinggal penyempurnaan, kita tunggu satu atau dua pekan undang-undang disahkan dulu baru kami terbitkan," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini