Terangi perbatasan, RI andalkan listrik hybrid



JAKARTA. Pemerintah berusaha keras untuk menerangi 50 daerah perbatasan, dan pulau terluar sebelum deadline yang dijatuhkan Presiden Jokowi, jatuh pada 17 Agustus nanti. Cara paling cepat adalah memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang digabung dengan potensi lokal. Misalnya, air, angin, sampai matahari.          Menurut Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Alihudin Sitompul, cara hybrid dilakukan karena penyediaan listrik masih terbentur lintas kementerian.

Di Papua misalnya, masalah kehutanan masih menjadi salah satu penghambat. “Kementerian kehutanan perlu lebih jeli. Apalagi, listrik penting untuk warga,” ujarnya di diskusi Energi Kita, Rabu (8/7).          Lebih lanjut dia menjelaskan, Kementerian Kehutanan sulit mengeluarkan izin karena terbentur UU 41/1999 tentang Kehutanan. Padahal, kawasan hutan biasanya kaya akan sumber energi baru terbarukan dan bisa didirikan pembangkit. Contohnya, tenaga panas bumi maupun air. “Energi baru bisa memenuhi listrik,” imbuhnya.          Lantaran mengurus itu semua bisa memakan waktu cukup panjang, opsi memaksimalkan PLTD menjadi paling rasional. Tidak lagi bisa mengharapkan transmisi dari PLN karena tidak semua wilayah ada pembangkit. Diesel, utamanya akan digunakan untuk menerangi dari sore sampai dini hari.          Seperti di Kabupaten Boven Digol, Papua. Di luar perkotaan hanya mampu mengalirkan listrik dari pukul 18.00 sampai 24.00 saja. Nah, untuk memperpanjang umur aliran listrik, dipadukan dengan potensi yang ada.

“Misalnya dengan tenaga surya. Jadi, tenaga yang tersimpan di baterai bisa mengalirkan listrik saat PLTD berhenti,” tuturnya. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan 121.000 sambungan listrik gratis untuk daerah. Total anggaran sekitar Rp 1 triliun - Rp 2 triliun sudah dipersiapkan Kementerian ESDM.          Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar menambahkan, untuk mempercepat aliran listrik ke daerah boleh menggunakan dana desa. Itu tidak menyalahi aturan karena ada dua sasaran pemberian dana. Yakni, pembangunan infrastruktur dan capacity building para aparatur. “Kalau ada dana untuk kebutuhan listrik, diperbolehkan,” tegasnya.


Di luar dana desa, kementerian juga punya program menerangi 15.000 desa dengan pembangkit tenaga surya. Untuk merealisasikan, pihaknya sudah mengajukan proyek tersebut ke Bappenas dan Kementerian Keuangan untuk segera direspons. Ia bilang, mengerjakan listrik di daerah memang tidak mudah. Setidaknya, butuh koordinasi dengan 8 kementerian. Jadi, butuh kebijakan khusus agar tenggat waktu yang ditentukan Presiden Jokowi tidak terlewati. “Kementerian juga sudah melakukan MoU dengan ESDM. Tinggal nunggu diaplikasikan ke arah yang kongkrit,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan