Terapkan Pasar Modal Berkelanjutan, OJK Dukung Penerbitan Social Bond Milik SMF



KONTAN.CO.ID - BADUNG. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung penerbitan obligasi sosial alias social bond oleh PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) sebagai langkah mendukung transisi pasar modal berkelanjutan.

OJK, sebagai regulator Pasar Modal Indonesia, didapuk menjadi Ketua ACMF 2023. Pertemuan ACMF ke-39 ini digelar mulai 16-17 Oktober 2023 di Badung, Bali. 

Dalam mendukung pasar modal berkelanjutan, OJK memfasilitasi penerbitan instrumen keuangan berkelanjutan, seperti obligasi ramah lingkungan dan obligasi hijau, sukuk, dan obligasi berkelanjutan, seperti obligasi sosial (social bond).


Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengatakan, SMF menjadi perusahaan pertama yang menerbitkan social bonds di Indonesia. PT SMF adalah perusahaan BUMN yang bergerak dalam pembiayaan sekunder perumahan.

Baca Juga: SMF Menerbitkan Obligasi Rp 2,77 Triliun, Segini Besaran Bunga yang Ditawarkan

"PT Sarana Multigriya Finansial siap membuat sejarah dengan obligasi sosial pertama di Indonesia. Ini memungkinkan perusahaan memenuhi komitmennya dalam membangun rumah dan mengubah kehidupan banyak orang," katanya di Press Conference ASEAN Capital Markets Forum (ACMF) 2023 di Badung, Bali, Selasa (17/10).

Direktur Utama SMF Ananta Wiyogo mengatakan, penerbitan social bond perusahaan ini dilakukan seiring dengan Indonesia yang sedang mengarah ke keuangan berkelanjutan (sustainable finance). 

"SMF telah berpartisipasi dalam transaksi menuju pasar modal berkelanjutan dengan menerbitkan obligasi sosial yang telah kami daftarkan tadi malam," ujar dia dalam kesempatan yang sama.

Baca Juga: BUMN Karya Mendapat Tambahan Modal di 2024

Penerbitan social bond itu didukung The Asian Development Bank (ADB). SMF nantinya akan menerbitkan beberapa model instrumen, baik konvensional maupun syariah, yakni social bond dan sukuk musyarakah. 

"Jumlah maksimum untuk bayangan konvensional adalah setara dengan sekitar Rp 8 triliun dan sekitar US$ 530 juta dan syariahnya Rp 1,5 triliun kurang lebih US$ 100 juta," tutur Ananta.

Ananta menuturkan, 100% dari dana yang diperoleh akan digunakan untuk mendukung Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi pemerintah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

“Sebab, kekurangan kepemilikan rumah (backlog) di Indonesia saat ini sudah mencapai 12,7 juta,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati