Menjelang pengajuan para calon legislator mulai 4 Juli nanti, peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak menjadi calon anggota legislatif kembali disoal. Sebagian menganggap, syarat ini tidak perlu lantaran dianggap terlalu berlebihan. Soalnya, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak ada aturan soal itu. Secara terbuka, tidak banyak partai yang secara frontal menolak ketentuan itu. Mungkin, sebagian juga berhitung risiko jika secara terbuka menolak PKPU itu bagi citra partai. Bisa saja publik menganggap, partai menjadi wadah atau sarang para (mantan) koruptor dan penjahat lain. Karena itu, secara halus, sebagian menganggap, syarat itu sudah diatur secara internal oleh tim penjaringan legistator di internal partai. Dengan begitu, tidak perlu secara detail diatur oleh KPU. Cukup diserahkan ke kebijakan partai terhadap para anggotanya. Meski dianggap bertentangan dengan UU Pemilu, tetapi langkah KPU lewat aturan ini merupakan sebuah terobosan. Memang menjadi kewajiban KPU untuk memastikan bahwa calon-calon wakil rakyat secara etika sudah tidak bermasalah. Bisa saja KPU membiarkan partai menentukan calon dengan kriteria sendiri. Tetapi, di luar kapabilitas calon, sisi etika memang perlu ada dorongan dari luar partai, supaya rakyat mendapatkan kepastian bahwa partai telah menawarkan orang yang terbaik dalam pemilu.
Terbaik bagi rakyat
Menjelang pengajuan para calon legislator mulai 4 Juli nanti, peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak menjadi calon anggota legislatif kembali disoal. Sebagian menganggap, syarat ini tidak perlu lantaran dianggap terlalu berlebihan. Soalnya, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak ada aturan soal itu. Secara terbuka, tidak banyak partai yang secara frontal menolak ketentuan itu. Mungkin, sebagian juga berhitung risiko jika secara terbuka menolak PKPU itu bagi citra partai. Bisa saja publik menganggap, partai menjadi wadah atau sarang para (mantan) koruptor dan penjahat lain. Karena itu, secara halus, sebagian menganggap, syarat itu sudah diatur secara internal oleh tim penjaringan legistator di internal partai. Dengan begitu, tidak perlu secara detail diatur oleh KPU. Cukup diserahkan ke kebijakan partai terhadap para anggotanya. Meski dianggap bertentangan dengan UU Pemilu, tetapi langkah KPU lewat aturan ini merupakan sebuah terobosan. Memang menjadi kewajiban KPU untuk memastikan bahwa calon-calon wakil rakyat secara etika sudah tidak bermasalah. Bisa saja KPU membiarkan partai menentukan calon dengan kriteria sendiri. Tetapi, di luar kapabilitas calon, sisi etika memang perlu ada dorongan dari luar partai, supaya rakyat mendapatkan kepastian bahwa partai telah menawarkan orang yang terbaik dalam pemilu.