KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak berayun liar pada tahun 2022. Harga komoditas energi ini naik karena ketatnya pasokan di tengah perang di Ukraina. Harga minyak kemudian merosot karena melemahnya permintaan dari importir utama China dan kekhawatiran kontraksi ekonomi. Tapi, harga minyak menutup tahun 2022 dengan kenaikan tahunan kedua berturut-turut. Harga minyak melonjak pada bulan Maret karena invasi Rusia ke Ukraina meningkatkan aliran minyak mentah secara global. Harga minyak acuan internasional Brent mencapai US$ 139,13 per barel, tertinggi sejak 2008. Harga minyak mendingin dengan cepat di paruh kedua karena bank sentral menaikkan suku bunga dan memicu kekhawatiran resesi.
"Ini merupakan tahun yang luar biasa bagi pasar komoditas, dengan risiko pasokan yang menyebabkan peningkatan volatilitas dan kenaikan harga," kata analis ING Ewa Manthey kepada
Reuters. Dia menambahkan, tahun 2023 akan menjadi tahun ketidakpastian dengan banyak volatilitas.
Baca Juga: Batubara dan Gas Memimpin Reli Komoditas 2022, Resesi Membayangi Tahun 2023 Minyak mentah Brent pada hari Jumat (30/12), hari perdagangan terakhir tahun 2022, ditutup pada US$ 85,91 per barel, naik hampir 3% dalam sehari. Harga minyak mentah West Texas Intermediate AS ditutup pada US$ 80,26 per barel, naik $1,86 atau 2,4%. Untuk tahun 2022, harga minyak Brent naik sekitar 10%, setelah melonjak 50% pada 2021. Harga minyak mentah WTI AS naik hampir 7% pada 2022, menyusul kenaikan tahun lalu sebesar 55%. Kedua tolok ukur tersebut turun tajam pada tahun 2020 karena pandemi Covid-19 memangkas permintaan bahan bakar. Investor pada tahun 2023 diperkirakan akan terus mengambil pendekatan yang hati-hati, mewaspadai kenaikan suku bunga dan kemungkinan resesi. "Permintaan dan pertumbuhan permintaan akan menjadi pertanyaan nyata karena tindakan keras bank sentral global dan perlambatan yang mereka coba rekayasa," kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di New York.
Baca Juga: Ada Rotasi Sektor di 2023, Cek Rekomendasi Saham yang Jadi Top Picks Sebuah survei terhadap 30 ekonom dan analis memperkirakan harga minyak Brent akan mencapai rata-rata US$ 89,37 per barel pada tahun 2023, sekitar 4,6% lebih rendah dari konsensus dalam survei November. Harga minyak mentah WTI AS diproyeksikan rata-rata US$ 84,84 per barel pada tahun 2023, turun dari prediksi sebelumnya. Lonjakan perjalanan liburan akhir tahun dan larangan Rusia atas penjualan minyak mentah dan produk minyak telah mendukung harga minyak mentah. Tapi analis CMC Markets Leon Li memperkirakan pasokan yang lebih ketat akan diimbangi dengan penurunan konsumsi bahan bakar karena kondisi ekonomi yang memburuk tahun 2023. Penurunan minyak pada paruh kedua tahun 2022 disebabkan oleh kenaikan suku bunga untuk melawan inflasi yang mengangkat nilai tukar dolar AS. Penguatan kurs dolar AS membuat komoditas berdenominasi dolar seperti minyak mentah lebih mahal bagi pemegang mata uang lain. Dolar AS pada 2022 mencatat kenaikan tahunan terbesar sejak 2015.
Baca Juga: Wall Street Mengakhiri 2022 Dengan Penurunan Tahunan Terbesar Sejak 2008 Pembatasan nol-Covid di China, yang baru dilonggarkan bulan ini, telah menghancurkan harapan pemulihan permintaan pada tahun lalu. Importir minyak terbesar dunia dan konsumen terbesar kedua pada tahun 2022 mencatat penurunan pertama dalam permintaan minyak selama bertahun-tahun. Sementara permintaan minyak China diperkirakan akan pulih pada tahun 2023, lonjakan kasus Covid-19 baru-baru ini telah meredupkan harapan akan lonjakan dalam pembelian minyak di awal tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati