Terbebani Utang Jatuh Tempo Rp 3.748 Triliun, Prabowo-Gibran Diminta Lebih Hati-Hati



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mewanti-wanti agar pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka tak belanja ugal-ugalan agar bisa menyelesaikan beban utang warisan Presiden Joko Widodo.

Untuk diketahui, utang jatuh tempo Indonesia dari tahun 2025 hingga 2029 mencapai Rp 3.748,24 triliun. Ini terdiri dari sebesar Rp 800,33 triliun pada 2025, Rp 803,19 triliun pada 2026, Rp 802,61 triliun pada 2027, Rp 719,81 triliun pada 2028, dan Rp 622,3 triliun di tahun terakhir.

Direktur Kolaborasi Internasional Indef, Imaduddin Abdullah, menilai, agar bisa melunasi utang tersebut, pemerintahan Prabowo diharapkan bisa mengelola kebijakan fiskal dengan lebih hati-hati, baik itu dari sisi belanja, penerimaan, dan pembiayaan.


Baca Juga: Tumpukan Utang Jatuh Tempo Menanti Pemerintahan Prabowo-Gibran

“Belanja tidak boleh lagi secara ugal-ugalan dan harus kita melihat secara sektor mana yang memang bisa memberikan dampak positif terhadap pembangunan jangka panjang,” tutur Imaduddin dalam agenda diskusi publik INDEF, Kamis (4/7).

Terlebih pemerintahan Prabowo tahun depan juga masih akan terbebani dengan proyek jumbo warisan Presiden Jokowi, dan juga untuk merealisasikan program-program dalam janji kampanyenya.

Di samping itu, Imaduddin juga mengingatkan agar pemerintahan Prabowo nantinya memastikan bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan disalurkan dengan tepat sasaran, agar anggaran yang digelontorkan mendapatkan manfaat yang diharapkan. 

Baca Juga: Pemerintahan Prabowo-Gibran Terjerat Utang Jatuh Tempo Ribuan Triliun

Terkait untuk menarik penerimaan negara lebih banyak, Prabowo-Gibran dalam kampanyenya menargetkan rasio pajak sebesar 23% dari produk domestik bruto (PDB) pada 2025. Target tersebut lebih tinggi dari realisasi rasio pajak pada 2023 sebesar 10,32% dan target APBN 2024 sebesar 10,12%.

Akan tetapi, menurutnya keputusan target tersebut harus ditimbang dengan hati-hati. Sebab, 10 tahun lalu, Presiden Jokowi juga berjanji ingin menaikkan rasio pajak, namun pada kenyataanya dalam 10 tahun terakhir rasio pajak Indonesia hanya ada di kisaran 10% an.

“Akhirnya ini mengganggu kredibilitasnya. Sehingga perencanaan dengan baik, pemetaan yang baik itu harus dilakukan agar lebih efektif,” ungkapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli