Terbentur LDR tinggi, bank genjot NIM



JAKARTA. Kebijakan loan to deposito ratio (LDR) yang dikaitkan dengan giro wajib minimum (GWM), dan permintaan Bank Indonesia (BI) agar bank menurunkan marjin bunga bersih (NIM), menimbulkan dilema. Bagi bank ber LDR tinggi, ruang penyaluran kredit mereka semakin sempit. Saat sama, bank memiliki target laba. Alhasil, bank lebih memilih menaikkan NIM.

Cara tersebut ditempuh Bank Danamon dan CIMB Niaga. Bila dilihat dari kreditnya, pertumbuhan kredit kedua bank ini masih di bawah rata-rata industri yang mencapai 28% (yoy). Kredit Danamon hanya tumbuh 19% menjadi Rp 110,4 triliun (yoy), dan CIMB Niaga tumbuh 18% menjadi Rp 137,4 triliun.

Rendahnya pertumbuhan kredit lantaran mengetatnya likuiditas yang terindikasi dari LDR. Semester I-2012, LDR Bank Danamon menyentuh 97,11% , lebih rendah dari periode yang sama 2011 sebesar 99,04%. Adapun LDR CIMB Niaga berada di level 98,83% atau naik dari posisi 93,42%.


Selain faktor likuiditas, kredit seret juga dipengaruhi oleh penurunan permintaan, terutama di sektor usaha yang berorientasi ekspor.

Alhasil, untuk mencetak kenaikan laba yang tinggi, kedua bank menaikkan marjin bunga bersih. Bank Danamon mengerek NIM dari 7,77% menjadi 8,39%. Adapun NIM CIMB Niaga naik dari 5,77% menjadi 5,93%. Danamon mencetak laba Rp 1,1 triliun atau meningkat 23%, sedangkan CIMB Niaga meraup laba Rp 1,98 triliun, tumbuh 28%.

Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) lain lagi ceritanya. Bank milik Texas Pasific Grup (TPG) ini tetap mampu mengerek NIM dan pertumbuhan kredit yang tinggi. Bank ini masih punya ruang bertumbuh, baik dari sisi kecukupan likuiditas maupun pangsa pasar.

BTPN menyalurkan kredit Rp 34,4 triliun atau tumbuh 28% dibandingkan tahun lalu. NIM nya meningkat dari 12,76% menjadi 12,85% sehingga laba bersih menanjak 57,4% menjadi Rp 921 miliar.

Direktur Utama CIMB Niaga, Arwin Rasyid, menjelaskan, pada semester I-2012 pihaknya memilih penyaluran kredit yang rendah tetapi kualitasnya terjaga. Agar lebih menguntungkan, manajemen memperbesar kredit-kredit berbunga tinggi.

Di antaranya, kredit mikro tumbuh 150% menjadi Rp 1,73 triliun, personal loan tumbuh 737% menjadi Rp 0,76 triliun dan kartu kredit tumbuh 33% menjadi Rp 3,17 triliun. "Kami tidak ingin agresif menyalurkan kredit tetapi harus memupuk dana mahal," ujarnya.

Direktur Utama Bank Saudara, Yanto M Purbo, mengatakan, kebanyakan bank pasti menjaga posisi LDR di bawah 100%. Pasalnya, jika bank memiliki LDR tinggi, berarti likuiditas sedang ketat. Dan jika terjadi penarikan dana dalam jumlah besar, bank dengan LDR tinggi akan menghadapi masalah, kendati rasio kecukupan modal (CAR) jauh di atas batas aman bank sentral yakni sebesar 8%.

"Bank pasti deg-degan. Di pasar uang antar bank (PUAB) belum tentu ada bank yang meminjamkan. NIM menjadi salah satu alternatif bank disaat kredit rendah, bank juga punya target laba yang harus dipenuhi," ujarnya.

Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional, Sigit Pramono, menegaskan NIM tinggi bukan kejahatan. Itu justru prestasi, sebab bankir mampu menjalankan bisnis. "NIM itu hak, bukan inefisien. Dengan NIM besar, bank bisa menggaji karyawan dan direksi. Lucu kalau NIM kecil diapresiasi, kalau NIM besar malah diprotes," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri