KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada awal bulan ini, pemerintah telah mengeluarkan beberapa aturan turunan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Salah satunya, Peraturan Pemerintah (PP) no. 50 tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Dengan keluarnya PP tersebut, berarti mengganti PP no. 7 tahun 2021 dan perubahannya. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Neilmaldrin Noor mengungkapkan, langkah ini untuk membuat masyarakat makin mengerti terkait hak dan kewajiban pajak mereka.
“Perlu diganti untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan, dan kejelasan bagi masyarakat dalam memahami ketentuan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan,” tulis Neilmaldrin dalam keterangannya, Rabu (14/12). Salah satu pokok perubahan adalah bab X terkait pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan. Neil bilang, bab tersebut mengatur pemulihan kerugian pada pendapatan negara. Ini juga sesuai dengan pasal 44B UU HPP, mengatur kewenangan menteri keuangan untuk mengusulkan pencegahan dalam rangka penyidikan sesuai pasal 44 UU HPP dan mengatur penetapan secara in absentia sesuai pasal 44D HPP. Baca Juga: Intip Mekanisme Pembayaran Pajak Karbon Seperti contohnya, dalam bab tersebut ada pasal 61 ayat (1) yang tertulis penetapan tersangka tindak pidana di bidang perpajakan bisa dilakukan tanpa didahului pemeriksaan sebagai saksi. Ini dengan catatan, bila oknum tersebut telah dipanggil dua kali secara sah, tetapi tidak hadir tanpa memberikan alasan yang patut dan wajar. Setelah ditetapkan sebagai tersangka pemeriksaan tersangka tindak pidana di bidang perpajakan tidak dilakukan bila yang bersangkutan telah dipanggil dua kali secara sah dan tidak hadir tanpa memberikan alasan yang patut dan wajar.