Terbitkan izin sepihak, BKPM digugat Kideco Jaya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kideco Jaya Agung, anak usaha PT Indika Energy Tbk (INDY) menggugat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 156/G/2018/PTUN-JKT pada 28 Juni 2018 ini dilakukan Kideco lantaran BKPM secara sepihak menerbitkan Surat Keputusan BKPM No 5/1/IPPKH/PMA/2018 pada 2 April 2018.

Surat tersebut terkait Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan operasi produksi batubara dan sarana penunjang milik Kideco seluas 11,975 hektare pada kawasan hutan produksi tTerbatas dan hutan produksi tetap di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.

"Padahal perusahaan telah beroperasi sejak 1992, melalui Perjanjian Pinjam Pakai Hutan (PPKH) selama 30 tahun, dan baru akan berakhir 2022 mendatang. Tapi pada 2 April 2018 lalu, tanpa permohonan apapun dari perusahaan, BKPM mengeluarkan IPPKH yang membatalkan PPPKH sepihak," kata Direktur Kideco Dayan Hadipranowo kepada KONTAN, Jumat (3/8) di kantornya.


Penerbitan IPPKH dan pembatalan PPPKH ini, kata Dayan, menimbulkan ketakpastian hukum bagi Kideco. Terutama bagi Kideco melangsungkan operasinya.

Sebab, Dayan bilang, melalui IPPKH Kiseco dilarang beroperasi sebelum menetapkan tata batas areal kerja, kegiatan persiapan berupa pembangunan base camp sementara, hingga pengukuran sarana prasarana. Dalam ketentuan IPPKH, Kideco diberi waktu satu tahun untuk menyelesaikan hal-hal tersebut.

"Padahal membuat tata batas, dan ketentuan ketentuan yang dimaksud butuh waktu panjang, sementara kita telah beroperasi sejak 1992 dan baru akan berakhir pada 2022," jelas Dayan.

Lantaran diterbitkan sepihak, Kideco hingga saat ini pun tak mengetahui alasan resmi rilisnya IPPKH. Meski demikian kuasa hukum Kideco Arfidea Saraswati dari kantor hukum AKSET mengatakan, muasal surat BKPM lantaran adanya perubahan penetapan kawasan hutan.

"Status kawasan hutan ditentukan provinsi, memang berubah beberapa tahun sekali, ada dari Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Di Kalimantan Timur memang beberapa kali berubah, diskusi kami di Kementerian Kehutanan memang ada perubahan," kata Arfidea dalam kesempatan yang sama.

Terkait hal ini, KONTAN telah mencoba mengonfirmasi hal ini kepada Kepala BKPM Thomas Lembong, dan Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono. Sayang, keduanya tak merespon sambungan telepon maupun pesan pendek KONTAN.

Setali tiga uang, Kepala Pusat Bantuan Hukum BKPM pun enggan memberi keterangan saat dihubungi KONTAN. "Mohon maaf saya tak berwenang memberi pernyataan, silakan menghubungi pimpinan," balas pesan pendeknya kepada KONTAN, Senin (6/8).

Sementara itu di PTUN Jakarta, sidang perdana gugatan ini telah digelar pada Senin (6/8). Dalam sidang, perwakilan BKPM yang enggan disebut namanya mengatakan pihaknya masih akan berkoordinasi untuk menyiapkan jawaban. Sebab, dalam sidang, pihak BKPM belum siap menyerahkan jawaban atas gugatan.

"Kami perlu koordinasi dulu dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena memang objek gugatan berasal dari sana mulanya," katanya seusai sidang kepada KONTAN.

Ia juga bilang, dalam pemeriksaan perkara sebelumnya, pihak KLHK sejatinya telah diajukan sebagai tergugat intervensi, namun ditolak. Majelis Hakim Ketua Nasrifal mengatakan, lantaran dalam sidang BKPM jadi tergugat sendirian BKPM diminta menyiapkan jawaban sekaligus tanggapan atas permohonan penundaan objek perkara pada sidang selanjutnya, Senin (13/8).

Selain mengajukan pembatalan, Kideco memang turut mengajukan penundaan objek sengketa alias skorsing. Semberi menunggu putusan akhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat