Terdakwa Anggoro Widjojo minta dihukum ringan



JAKARTA. Pemilik PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo, tetap membantah memberikan suap terkait proses pengajuan anggaran proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT). Melalui kuasa hukumnya, Anggoro meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman seringan-ringannya. "Mohon kiranya apabila Majelis Hakim Yang Mulia berpendapat terdakwa bersalah dan patut dihukum agar berkenan memberikan putusan, yaitu menghukum terdakwa dengan pidana denda atau pidana penjara seringan-ringannya," ujar pengacara Anggoro, Tomson Situmeang saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (25/6).Menurut Tomson, banyak hal yang bisa menjadi pertimbangan meringankan putusan kliennya. Tomson mengatakan bahwa Anggoro belum pernah dihukum, menyesali perbuatan, dan telah berusia lanjut serta menderita sejumlah penyakit.Selain itu, menurut Tomson, kliennya sudah banyak berjasa untuk Indonesia. Diantaranya, membantu mendapatkan soft loan dari pemerintah Inggris dan Amerika Serikat sekitar Rp 2 triliun untuk SKRT dan membantu Badan Pembina proyek dari Badan Koordinasi Intelijen masa pemerintahan Presiden Soeharton. Tomson menyebutkan, selaku Wakil Ketua Kadin saat itu, Anggoro pernah mengatur acara perdagangan antarnegara dalam kunjungan kenegaraan Presiden China Hu Jin Tao ke Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan wakilnya saat itu M Jusuf Kalla ke Beijing. Menurut Tomson, saat itu diperoleh plafon soft loan dari pemerintah China sebesar 1 miliar dollar AS. "Di mana sebagian soft loan dari pemerintah Cina tersebut telah dipergunakan oleh pemerintah indonesia untuk pembangunan jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Madura dengan Surabaya," terangnya.Tomson juga mengatakan, sebagai pengusaha putih, Anggoro sudah pernah membayar pajak kepada negara sebesar lebih dari Rp 220 miliar. Anggoro, lanjut Tomson, juga pernah aktif dalam kegiatan keagamaan dan sosial. Menurut Tomson, Anggoro juga memiliki itikad baik karena telah mengakui perbuatannya, yaitu memberikan uang pribadi Rp 100 juta kepada Ketua Komisi IV DPR saat itu Yusuf Erwin Faisal untuk sumbangan anggota DPR kunjungan kerja ke Meksiko. "Meskipun terdakwa bisa mengingkari perbuatannya tersebut karena tidak ada bukti dan saksi uang melihat peristiwa itu. Tapi terdakwa berjiwa besar untuk mengakui pemberian Rp 100 juta sebagai wujud rasa penyesalan terdakwa," terang Tomson. Sebelumnya, Anggoro dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan penjara. Tidak ada pertimbangan yang meringankan tuntutan Anggoro. Ia dituntut hukuman maksimal sebagaimana Pasal 5 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Adapun, hal-hal yang memberatkan yaitu, Anggoro dinilai telah menghambat program pemerintah memberantas korupsi. Anggoro juga pernah melarikan diri ke luar negeri sehingga mengganggu proses hukum dan tidak mengakui perbuatannya. (Dian Maharani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Sanny Cicilia