KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk menetapkan tarif impor dari Indonesia menjadi 32% berimbas pada potensi bergesernya ekspor produk sawit dan turunnya di pasar AS. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan bahwa, negara tetangga sekaligus produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar kedua di dunia, Malaysia memiliki potensi merebut pasar Indonesia di AS. Alasannya karena Malaysia mendapatkan persentase tarif impor lebih rendah dari Indonesia, yaitu 24% dibandingkan Indonesia yang sebesar 34%. Baca Juga: Imbas Tarif Impor Trump, Pasar Ekspor Sawit Indonesia di AS Bisa Direbut Malaysia Selain itu, beban yang harus ditanggung oleh industri sawit Indonesia berorientasi ekspor lebih tinggi dari yang harus ditanggung Malaysia. Berdasarkan policy yang berlaku di negara Jiran tersebut. Di Indonesia, industri sawit berorientasi ekspor dikenakan tiga beban yaitu Domestic Market Obligation (DMO), Pungutan Ekspor (PE) serta Bea Keluar (BK). "Nah, total dari beban-beban itu yang harus ditanggung kira-kira sekitar US$ 221 per metric ton. Sementara Malaysia, ini berdasarkan policy mereka ya, bebannya itu hanya US$ 140 per metric ton," kata Ketua Gapki, Eddy Martono kepada Kontan, Selasa (08/04). Karena itu, Eddy menyebut pihaknya telah mengusulkan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartato untuk meminta keringanan khususnya bagi para eksportir tujuan AS. "Hanya khusus Amerika saja, jadi menjaga pasar Amerika dengan kebijakan. Nah, jawaban Pak Menko, hal ini memungkinkan, jadi akan dipertimbangkan," tambah Eddy. Eddy menyebut, dalam usulan Gapki, pihaknya meminta pemerintah dapat mengurangi beban bagi eksportir produk sawit dan turunannya ke Amerika. Menurut dia, pengurangan beban akan membuat biaya menurun sehingga harga produk Indonesia bisa jauh lebih kompetitif.
Terdampak Tarif Trump, Pengusaha Sawit Minta Keringanan Ini dari Pemerintah
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk menetapkan tarif impor dari Indonesia menjadi 32% berimbas pada potensi bergesernya ekspor produk sawit dan turunnya di pasar AS. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan bahwa, negara tetangga sekaligus produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar kedua di dunia, Malaysia memiliki potensi merebut pasar Indonesia di AS. Alasannya karena Malaysia mendapatkan persentase tarif impor lebih rendah dari Indonesia, yaitu 24% dibandingkan Indonesia yang sebesar 34%. Baca Juga: Imbas Tarif Impor Trump, Pasar Ekspor Sawit Indonesia di AS Bisa Direbut Malaysia Selain itu, beban yang harus ditanggung oleh industri sawit Indonesia berorientasi ekspor lebih tinggi dari yang harus ditanggung Malaysia. Berdasarkan policy yang berlaku di negara Jiran tersebut. Di Indonesia, industri sawit berorientasi ekspor dikenakan tiga beban yaitu Domestic Market Obligation (DMO), Pungutan Ekspor (PE) serta Bea Keluar (BK). "Nah, total dari beban-beban itu yang harus ditanggung kira-kira sekitar US$ 221 per metric ton. Sementara Malaysia, ini berdasarkan policy mereka ya, bebannya itu hanya US$ 140 per metric ton," kata Ketua Gapki, Eddy Martono kepada Kontan, Selasa (08/04). Karena itu, Eddy menyebut pihaknya telah mengusulkan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartato untuk meminta keringanan khususnya bagi para eksportir tujuan AS. "Hanya khusus Amerika saja, jadi menjaga pasar Amerika dengan kebijakan. Nah, jawaban Pak Menko, hal ini memungkinkan, jadi akan dipertimbangkan," tambah Eddy. Eddy menyebut, dalam usulan Gapki, pihaknya meminta pemerintah dapat mengurangi beban bagi eksportir produk sawit dan turunannya ke Amerika. Menurut dia, pengurangan beban akan membuat biaya menurun sehingga harga produk Indonesia bisa jauh lebih kompetitif.