JAKARTA. Menghadapi tantangan perubahan iklim dan lahan tidak subur, seharusnya Indonesia sudah mengembangkan penanaman benih tanaman bioteknologi (biotek). Tanaman biotek memiliki sifat-sifat unggul tertentu yang mampu beradaptasi sesuai kondisi lahan. Namun, hingga saat ini belum ada tanaman biotek yang dikembangkan di Indonesia. Bambang Purwantara, salah satu anggota Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH PRG), lembaga yang bertugas memberi rekomendasi keamanan hayati menyatakan nasib pengesahan penggunaan tanaman biotek di Indonesia sangat tergantung dari kejelasan payung hukumnya. Dalam hal ini, KKH PRG yang berhak memutuskan penggunaan dan penanaman tanaman biotek tersebut. Hanya saja, Perpres nomor 39/2010 yang mengatur kelembagaan KKH PRG habis berlaku tahun 2013 lalu. "Saat ini masih menunggu perpres baru. Baik Perpres yang mengatur tupoksi (tugas pokok fungsi) maupun yang mengatur struktur masih tersangkut di Sekretaris Negara," ujar Bambang, usai seminar internasional tanaman biotek, hari ini (28/2). Padahal, tahun ini ada beberapa tanaman biotek yang sudah siap dikembangkan di Indonesia. Salah satunya adalah tebu biotek toleran kekeringan. Bambang bilang, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI sudah siap menanam tebu ini di lahan kerjanya di Jawa Timur tahun ini. Namun tanpa kepastian hukum yang jelas, bibit tanaman biotek apapun tidak boleh ditanam di Indonesia. "Tanaman biotek tidak bisa ditanam sebelum ada persetujuan karena terkait dengan jaminan keamanan. Kalau tidak ada perpres, kami tidak bisa bergerak," kata dia. Bambang khawatir, jika perpres ini tak juga keluar menjelang pemilihan umum, maka nasib penggunaan tanaman biotek bisa lebih tidak jelas lagi. "Makanya kita dorong agar segera selesai tahun ini juga. Sayang kalau nanti gantung lagi," imbuhnya. Beberapa negara di Asia seperti Filipina misalnya, telah mengembangkan penanaman benih biotek jenis jagung, kapas dan padi emas (golden rice). Hasilnya yang lebih produktif atau tahan kondisi cuaca ekstrem dianggap mampu memberi keuntungan lebih pada petani.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Terganjal aturan, Indonesia tak punya benih biotek
JAKARTA. Menghadapi tantangan perubahan iklim dan lahan tidak subur, seharusnya Indonesia sudah mengembangkan penanaman benih tanaman bioteknologi (biotek). Tanaman biotek memiliki sifat-sifat unggul tertentu yang mampu beradaptasi sesuai kondisi lahan. Namun, hingga saat ini belum ada tanaman biotek yang dikembangkan di Indonesia. Bambang Purwantara, salah satu anggota Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH PRG), lembaga yang bertugas memberi rekomendasi keamanan hayati menyatakan nasib pengesahan penggunaan tanaman biotek di Indonesia sangat tergantung dari kejelasan payung hukumnya. Dalam hal ini, KKH PRG yang berhak memutuskan penggunaan dan penanaman tanaman biotek tersebut. Hanya saja, Perpres nomor 39/2010 yang mengatur kelembagaan KKH PRG habis berlaku tahun 2013 lalu. "Saat ini masih menunggu perpres baru. Baik Perpres yang mengatur tupoksi (tugas pokok fungsi) maupun yang mengatur struktur masih tersangkut di Sekretaris Negara," ujar Bambang, usai seminar internasional tanaman biotek, hari ini (28/2). Padahal, tahun ini ada beberapa tanaman biotek yang sudah siap dikembangkan di Indonesia. Salah satunya adalah tebu biotek toleran kekeringan. Bambang bilang, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI sudah siap menanam tebu ini di lahan kerjanya di Jawa Timur tahun ini. Namun tanpa kepastian hukum yang jelas, bibit tanaman biotek apapun tidak boleh ditanam di Indonesia. "Tanaman biotek tidak bisa ditanam sebelum ada persetujuan karena terkait dengan jaminan keamanan. Kalau tidak ada perpres, kami tidak bisa bergerak," kata dia. Bambang khawatir, jika perpres ini tak juga keluar menjelang pemilihan umum, maka nasib penggunaan tanaman biotek bisa lebih tidak jelas lagi. "Makanya kita dorong agar segera selesai tahun ini juga. Sayang kalau nanti gantung lagi," imbuhnya. Beberapa negara di Asia seperti Filipina misalnya, telah mengembangkan penanaman benih biotek jenis jagung, kapas dan padi emas (golden rice). Hasilnya yang lebih produktif atau tahan kondisi cuaca ekstrem dianggap mampu memberi keuntungan lebih pada petani.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News