Terganjal lima masalah, revisi RUU Pemilu buntu



JAKARTA. Pembahasan revisi Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Panitia khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hingga kini masih belum rampung. Pasalnya, pemerintah dan DPR masih belum menemukan kata sepakat untuk beberapa poin krusial dari calon beleid ini. Untuk itu Pansus RUU Pemilu masih akan menunggu hasil rapat pada Selasa (13/6) hari ini.

Jika rapat musyarawah masih deadlock, Pansus akan menawarkan pilihan pengambilan keputusan lewat pemungutan suara (voting) dengan sistem paket.

Ketua Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu Lukman Edy mengatakan, Pansus RUU Pemilu mengusahakan untuk mengambil keputusan secara musyawarah mufakat untuk lima poin krusial dalam calon beleid ini. Nah, jika terjadi deadlock, maka pimpinan partai akan memberikan pilihan untuk memutuskan berdasarkan paket isu krusial. Menurut Edy, paket yang ditawarkan masih akan berkembang tergantung keputusan fraksi.


Isi paket juga bisa berubah tergantung keputusan Kepala Kelompok Komisi (kapoksi). "Belum tentu juga per paket disetujui, mungkin juga dimusyawarahkan per item, kita musyawarahkan setuju tidak pengambilan per paket," katanya, Senin (12/6).

Kelima isu yang belum mencapai titik temu dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu adalah terkait parliamentary threshold (ambang batas parlemen), presidential threshold, daerah pemilihan (dapil) magnitude, sistem Pemilu, dan metode konversi suara.

Ada lima paket alternatif yang ditawarkan Pansus untuk memutus poin krusial dalam calon beleid ini. Pertama, paket A, berisi parliamentary threshold 5%, presidential threshold 10%-15%, Dapil magnitude 3-8, Sistem pemilu terbuka dan metode konversi suara sainta lague murni.

Kedua, paket B berisi komposisi parliamentary threshold 5%, presidential threshold 20%-25%, Dapil magnitude 3-8, sistem pemilu terbuka terbatas, dan metode penghitungan suara sainta lague.

Ketiga, paket C berisi parliamentary threshold 4%, presidential threshold 0%, Dapil magnitude 3-10, Sistem Pemilu terbuka dan metode konversi suara quota harre.

Keempat, paket D berisi parliamentary threshold 4%, presidential threshold 10%-15%, Dapil magnitude 3-10, Sistem pemilu terbuka terbatas, dan metode konversi suara sainta lague murni.

Kelima, paket E berisi parliamentary threshold 3,5%, presidential threshold 0%, Dapil magnitude 3-10, sistem pemilu terbuka dan metode konversi suara quota harre.

Seperti diketahui parliamentary threshold adalah ambang batas perolehan suara minimal partai politik dalam pemilu untuk diikutkan dalam penentuan kursi di DPR dan DPD. Sedangkan presidential threshold adalah ambang batas partai politik bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

Lalu Edy berharap lobi-lobi internal Pansus akan berjalan lancar. Menurutnya jika masih deadlock dalam putusan internal Pansus, maka akan diserahkan ke sidang paripurna untuk voting. "Kalau ada yang dominan, kami ketuk palu di Pansus. Tapi kalau tidak bisa juga kita serahkan voting pada paripurna," imbuhnya.

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro bilang, semestinya Pansus RUU Pemilu berkaca pada pengalaman Pemilu 2014. Revisi UU yang disusun jangan sampai membuat partai politik kesulitan. "Pemilu tahun 2019 belum ada contohnya, sehingga baiknya dibuat aturan mudah. Kalau rumit yang akan rugi pesertanya," ujar Siti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie