Tergoda Panasnya Bisnis Batubara



JAKARTA. Kinerja perusahaan alat berat PT Intraco Penta Tbk (INTA) pada tahun 2009 memang mengkilap. Di Kondisi itu semakin elok dengan rangkaian aksi akuisisinya yang berlanjut tahun ini.

Saat ini, INTA membidik tiga kuasa pertambangan batubara di daerah Kalimantan, dan Sumatera. Demi melancarkan akuisisi ini, INTA menganggarkan dana US$ 100 juta. Ada beberapa opsi pendanaan eksternal untuk membiayai aksi korporasi tersebut.

INTA menargetkan akuisisi tersebut bakal direalisasikan dalam tahun ini. Sayangnya, informasi mengenai rencana tersebut masih minim. Yang jelas, Direktur Keuangan INTA Fred L. Manibog mengatakan, rencana mengakuisisi pertambangan batubara tersebut untuk mensinergikan dengan lini usaha utamanya sebagai kontraktor pertambangan.


Apalagi, tahun lalu INTA baru saja mengakuisisi dua kontraktor pertambangan, yaitu PT Terra Factor Indonesia dan PT Columbia Chrome Indonesia. INTA menguasai Terra Factor dengan cara mengkonversi piutangnya senilai Rp 164,42 miliar menjadi kepemilikan 91,64% saham.

Untuk itu Terra Factor menerbitkan sekitar 27.403 saham baru seharga Rp 6 juta per saham. Jumlah saham Terrafactor sebelumnya hanya sebanyak 2.500 saham.

Sementara, skema pengambilalihan Columbia lebih sederhana. INTA membeli sekitar 99,99% saham Columbia seharga Rp 125.000 per saham atau senilai total Rp 4,99 miliar. Columbia merupakan perusahaan jasa di bidang pelayanan perbaikan komponen dan suku cadang alat berat.

Dua aksi korporasi ini tergolong terafiliasi, lantaran pemilik saham Terra Factor dan Columbia juga mempunyai saham INTA. Misalnya, Petrus Halim, yang memiliki 30% saham Terra Factor, juga punya 2,37% saham INTA.

Sedangkan sumber pendanaan akuisisi tersebut seluruhnya berasal dari kas internal INTA. Sekedar catatan, dana kas dan setara kas INTA per Desember 2009 tercatat Rp 58,61 miliar. Selanjutnya, INTA menargetkan dengan akuisisi itu pendapatannya melambung jadi Rp 1,2 triliun dengan laba bersih Rp 60,52 miliar pada tahun 2010.

Kinerja bakal meningkat

Fred menambahkan, dua anak usaha anyar itu sudah memiliki pelanggan sendiri. Seperti Columbia, yang tidak hanya melayani INTA. Columbia juga memiliki pelanggan perusahaan lain, seperti Hexindo dan Kideco, yang kerap memesan suku cadang kepada mereka. Sayangnya, produksi mereka masih kecil. "Asetnya saja cuma Rp 20 miliar, " ujarnya.

Sedangkan Terra Factor sudah memiliki 100 unit alat berat untuk penambangan batubara. "Terra Factor juga memiliki usaha penjualan alat berat bekas," imbuh Fred.

INTA juga punya anak usaha yang bergerak di bidang pembiayaan bernama PT Intan Baruprana Finance (IBF). Tahun lalu, perusahaan ini membukukan pendapatan usaha sebesar Rp 29,1 miliar.

Memang, nama INTA tidak setenar perusahaan alat berat lainnya. Namun, tanpa nama besar, penjual alat berat merek Volvo, Ingersoll-Rand, Bobcat, Mahindra Tractors dan SDLG Loader ini sukses menggeber laba bersihnya tahun lalu. Laba bersihnya 2009 lalu naik 63,34% menjadi Rp 37,47 miliar. Kondisi ini terjadi di tengah penurunan tipis pendapatan mereka sebesar 0,13% menjadi Rp 1,12 triliun.

Tahun ini, INTA menargetkan pendapatannya naik 20%. Fred menegaskan, Intraco Penta optimistis bisa menjual sekitar 500 unit alat berat selama 2010.

Masuknya Terra Factor dan Columbia juga akan menambah subur pertumbuhan kinerja INTA. "Saya rasa kalau sudah dikonsolidasikan, kinerja kami bisa meningkat 30%-40%," ujar Fred.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can