KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persoalan
fraud pada lini bisnis perjalanan yang tengah dihadapi perusahaan asuransi umum masih berlanjut. Terbaru, kasus hukum ini masih berada di Kepolisian. Sebelumnya kasus ini telah dilaporkan oleh Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) sebagai perwakilan dari 14 perusahaan asuransi terdampak. Direktur Eksekutif AAUI Dody AS Dalimunthe menyebut kasus ini mencuat pada 2018 lalu, awalnya hanya ada 12 perusahaan yang mengadu. Setelah ditelusuri total perusahaan yang mengalami
fraud pada produk asuransi perjalanan ada 14 perusahaan seperti MNC Insurance, Adira Insurance, dan MSIG Insurance.
"
Fraud yang disebutkan oleh AAUI, betul produk asuransi perjalanan dan kejadiannya beberapa kali. AAUI bersama perusahaan yang kena melaporkan ke Bareskim. Saat ini kasus hukumnya masih di Bareskrim," ujar
President Director MNC Insurance Sylvy Setiawan kepada Kontan.co.id pada Jumat (24/5). Ia mengaku kerugian tidak terlalu besar, walaupun terdapat beberapa orang terduga pelaku
fraud ini. Sylvia memperkirakan total kerugian hampir Rp 100 juta. Sylvy menyebut MNC Insurance menangkap dengan bukti yang kuat bahwa terdapat oknum yang membeli
travel insurance ke MNC. Lalu Ia melaporkan bahwa barang bermerek seperti tas dan dompet dicopet saat melancong keluar negeri. Lanjut Sylvy, agar meyakinkan pihak asuransi, oknum ini surat keterangan polisi. Namun setelah ditelusuri, MNC Insurance berhasil membuktikan bahwa surat keterangan ini palsu. Dody mengakui perusahaan asuransi rawan terhadap tidak kecurangan atau
fraud. Oleh sebab itu, asosiasi bersama anggota siap melawan aksi dari sekelompok orang tidak bertanggung jawab ini. Terdapat tiga lini bisnis yang menghadapi fraud yakni asuransi perjalanan, asuransi perkapalan atau
marine baik pengangkutan maupun rangka kapal, hingga kendaraan bermotor. Adapun modus yang dilakukan pelaku kecurangan untuk lini bisnis perjalanan adalah memperbesar biaya di rumah sakit. Ia bilang oknum ini bekerja sama dengan pihak rumah sakit maupun aparat setempat. Selain itu, juga memperbesar biaya atas kehilangan barang dengan melampirkan struk produk asli namun barang yang hilang merupakan barang tiruan. Sedangkan modus pada pada lini
marine, tertanggung sengaja menenggelamkan kapal namun menyatakan kerusakan karena badai. Ada juga yang memanipulasi surat kelayakan berlayar dan usia kapal. Pada lini kendaraan bermotor melakukan kecelakaan dengan sengaja dengan menggunakan komponen murah, namun dengan klaim dengan komponen yang mahal. “Angkanya kerugiannya, untuk asuransi perjalanan itu nilai pertanggungannya kecil tapi berulang bisa mencapai ratusan juta. Namun untuk rangka kapal kan itu mahal jadi bisa miliaran.
Fraud ini mengganggu karena pelakunya sama berupa keluarga atau kelompok yang saling mengenal. Misal pada
marine, si A tertanggung menggunakan si B sebagai kuasa hukum, di perusahaan lain pertanggungannya B tapi kuasa hukumnya si A,” papar Dody. AAUI tegas menyatakan akan lawan aksi
fraud ini. Dody menyatakan asosiasi sudah koordinasi dengan pihak kepolisian, dalam waktu dekat juga kan melakukan penandatanganan nota kesepahaman. Guna memperkecil celah pelaku
fraud, AAUI juga akan terus mengembangkan AAUI
Checking layaknya Bank Indonesia (BI)
Checking. AAUI
Checking berisikan daftar negatif dari tertanggung atau nasabah, bengkel, klinik, rumah sakit, dan agen.
Daftar ini dihimpun oleh anggota asosiasi dan dapat digunakan oleh anggota sebagai peringatan awal dalam memilih calon nasabah atau tertanggung. Sehingga kecurangan atau
fraud bisa dicegah sedini mungkin. Meski mengalami
fraud pada produk perjalanan, bisnis asuransi kecelakaan diri masih tumbuh. Data AAUI mencatatkan hingga kuartal pertama 2019 terdapat pertumbuhan asuransi kecelakaan sebesar 13,9% secara tahunan atau
year on year (yoy) menjadi Rp 456,19 miliar. Adapun posisi yang sama tahun lalu Rp 400,63 miliar. Adapun klaim pada lini bisnis ini tumbuh 18,8% dari Rp 135,11 miliar menjadi Rp 160,55 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi