Terkait Kasus Dugaan Korupsi Komoditi Emas, Ini Kata Pengamat



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA - Kasus impor emas batangan yang diduga merugikan negara Rp 4,7 Triliun kembali mencuat ke publik. Kasus yang sempat mereda pada 2021 ini kembali menjadi perhatian publik dan menimbulkan perbedaan pandangan. 

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengemukakan alasannya kenapa perbedaan pandangan ini terjadi. Menurutnya kasus ini terjadi karena aturan yang multi tafsir dan cenderung ambigu.

Menurut Prianto, penentuan pajak bea masuk terhadap impor emas tidak bisa disamaratakan. Sebab, setiap emas batangan memiliki klasifikasi berbeda, termasuk juga nilai pajaknya. 


Baca Juga: Kasus Dugaan Korupsi Komoditi Emas, Seret Sejumlah Nama Perusahaan Besar

Ia menyebutkan emas dengan kode HS 7108.12.10 adalah klasifikasi emas batangan yang akan diolah kembali dalam bentuk bongkah, ingot, atau batang tuangan. Tarif bea masuknya adalah nol persen.

Kemudian juga ada emas dengan klasifikasi HS 7108.12.90 selain dalam bentuk bongkah, ingot, atau batang tuangan, dengan tarif bea masuk 5%. 

Selain itu juga ada klasifikasi HS 7108.13.00 untuk emas bentuk setengah jadi lainnya, dengan tarif bea masuk 5%, dan lasifikasi HS 7115.90.10 untuk emas batangan yang langsung siap dijual, dengan tarif bea masuk 5%.

"Ini soal bagaimana kita melihat HS Code-nya, karena yang jelas HS code banyak banget ada yang nol persen, ada yang 5% pajak bea masuknya, tergantung di peraturan. Jadi ini soal multi tafsir cara membaca kode HS," kata Prianto dalam keterangannya, Senin, (29/5).

Baca Juga: Jadi Tersangka Gratifikasi, Kemenkeu Akan Pecat Kepala Bea Cukai Makassar

Menurutnya, cara membaca kode HS ini berpengaruh terhadap besaran pajak. Sehingga ia tidak heran jika Bea Cukai maupun Kementerian Keuangan melihat impor emas yang dilakukan delapan perusahaan tersebut tidak ada masalah.

Delapan perusahaan itu adalah PT. Jardintraco Utama, PT Lotus Lingga Pratama, PT Royal Rafles Capital, PT Viola Davina, PT Indo Karya Sukses, PT Karya Utama Putera Mandiri dan PT Bumi Satu Inti, dan PT Aneka Tambang.

Ia tidak menampik jika peraturan dalam penantuan harga impor emas ini perlu revisi. Hal ini untuk menghindari potensi adanya celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Baca Juga: Kejagung Geledah Kantor Bea Cukai Terkait Korupsi Emas, Ini Respons Dirjen

Solusi yang bisa dilakukan menurut Prianto, adalah dengan  duduk bareng guna mencocokkan barang dengan HS-Codenya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli