Terkait Nazaruddin, IUP PT Arina Kota Jaya dicabut



JAKARTA. Bupati Kutai Timur Isran Noor diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan penerimaan hadiah pelaksanaan proyek terkait PT Duta Graha Indah (DGI) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pembelian saham PT Garuda Indoensia (Persero) Tbk untuk tersangka Muhammad Nazaruddin. Usai pemeriksaan, Isran mengaku memberikan kesaksian terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Arina Kota Jaya, di Kutai Timur, Kalimantan Timur.

"Izin tambang itu sudah saya bekukan atas rekomendasi dari KPK. Jadi tidak ada maslaah," kata Isran di Gedung KPK, Jakarta, Senin (22/12).

Lebih lanjut menurut Isran, pembekuan IUP tersebut dilakukan setelah putusan Anas Urbaningrum oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kendati demikian, Isran lupa kapan tepatnya IUP PT Arina Kota Jaya dicabut. Selebihnya, informasi yang ia berikan sama dengan informasi yang ia berikan saat bersaksi dalam kasus Anas Urbaningrum. 


Ia pun kembali membantah ihwal pemberian uang Rp 3 miliar terkait pengurusan IUP PT Arina Kota Jaya yang disebut-sebut diterimanya. Dalam surat dakwaan Anas Urbaningrum, Anas disebut melakukan TPPU sebesar Rp 3 miliar melalui pengurusan perusahaan itu. Perusahaan tersebut, juga disebutkan milik Anas.

Sementara dalam vonis Anas, majelis hakim menilai perbuatan tersebut tidak terbukti. Menurut hakim, Pertemuan di Hotel Sultan tahun 2010 yang dihadiri Anas, Isran Noor, Khalilur R. Abdullah Sahlawy alias Lilur, Muhammad Nazaruddin dan Gunawan Wahyu Budiarto untuk membicarakan IUP PT Arina, hanya diakui  Nazaruddin. Sementara Anas, Isran, dan Lilur menyangkal.

PT Arina Kota Jaya yang memiliki IUP seluas kurang lebih 5.000-10.000 hektare (Ha) berada di kecamatan Bengalon dan Kongbeng Kabupaten Kutai Timur tersebut justru berhubungan dengan Nazaruddin yang ingin memiliki tambang batu bara dalam jumlah yang besar di kabupaten tersebut.

Untuk mewujudkan hal itu, Nazar meminta dicarikan 10 perusahaan yang akan digunakan untuk mengajukan permohonan IUP di Kutai Timur. Dari 10 perusahaan tersebut, hanya PT Arina yang memenuhi syarat. Adapun pengurus dan pemegang saham PT Arina kata hakim, adalah saksi Sarifah yang juga karyawan Muhammad Nazaruddin.

Dia menyatakan untuk pengurusan IUP tersebut, Lilur menerima tiga lembar cek Bank Mandiri dari Nazar. Jumlahnya Rp 2 miliar, Rp 500 juta dan Rp 500 juta. Namun dari ketiga lembar cek itu hanya satu lembar yang bisa dicairkan Lilur. Sedangkan dua lembar cek lagi tidak bisa dicairkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa