KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyampaikan beberapa perkembangan mengenai percepatan kontrak izin usaha pertambangan (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI). Bahlil mengatakan, percepatan kontrak IUPK tersebut masih menunggu penentuan lokasi smelter baru dari perusahaan tambang tersebut. Kontrak tersebut juga sudah hampir selesai. Hanya saja, terdapat beberapa hal teknis terkait dengan komitmen PTFI untuk memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan pemerintah.
"Sudah mulai selesai, dan ada beberapa hal teknis terkait dengan komitmen Freeport yang harus segera diselesaikan, baru itu bisa kita lakukan (perpanjangan kontrak)," ujar Bahlil kepada awak media di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (7/12).
Baca Juga: Freeport Klaim Progres Smelter Masih Sesuai dengan Kesepakatan Pemerintah Untuk diketahui, IUPK PTFI akan berakhir pada 2041. Percepatan ini dilakukan dengan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang akan segera rampung.
Di dalam PP 96 Tahun 2021 Pasal 109 Ayat (4) perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi untuk Pertambangan Mineral logam dan Batubara diajukan kepada Menteri paling cepat 5 tahun atau paling lambat 1 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan Operasi Produksi. Nah izin pertambangan PTFI baru akan habis pada 2041 sehingga merujuk ke PP 96/2021 seharusnya Freeport baru bisa mengajukan perpanjangan izin pada 2036 atau paling lambat 2040. Bahlil membeberkan, urgensi revisi PP Nomor 96 Tahun 2021 lantaran pertambangan bawah tanah (
underground) membutuhkan waktu lama untuk eksplorasi. Nah, jika tidak dilakukan segera, maka cadangan PTFI akan habis sebelum masa IUPK berakhir.
Baca Juga: Perpanjangan Kontrak Freeport Indonesia Berpeluang Diberikan Lebih Cepat "Sekarang kita berpikir strategis saja, produksi Freeport itu 2035 itu puncaknya, begitu selesai 2035 itu akan menurun. Kalau tidak ada kepastian perpanjangan, maka tidak ada eksplorasi, berarti tahun 2040 ini jadi barang mati" katanya. Sementara terkait dengan penentuan operatorship, Bahlil bilang, hal tersebut masih dalam pembicaraan. Namun, kata dia, yang terpenting bukanlah pihak mana yang menjadi operator, namun penataan laporan keuangan yang harus transparan. "
Itu bagian dari pembicaraan, kan gak penting siapa yang operatorshipnya, yang penting adalah penataan laporan keuangan dan transparansi, kan yang penting bagi kami ada penambahan nilai pendapatan negara dan bagaimana tetap pengelolaan tambang bisa berjalan dengan baik," imbuh Bahlil. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli