JAKARTA. Tren kenaikan pasar saham domestik turut mengangkat pamor saham emiten konglomerasi. Saham konglomerasi yang berkinerja positif antara lain emiten Grup Lippo, Grup Astra serta Grup Sinarmas. Sebagian emiten Grup Lippo, misalnya, mencatatkan keuntungan berlipat ganda pada tahun ini. Sejak akhir tahun lalu hingga kemarin (
year-to-date/ytd), harga saham Multipolar (MLPL) melonjak 105,56% ke Rp 740 per saham. Kemudian harga saham Lippo Cikarang (LPCK) tumbuh 76,41% menjadi Rp 8.600 per saham. Analis First Asia Capital David Sutyanto menilai Grup Lippo punya prospek menarik karena melakukan diversifikasi. Lippo juga dinilai berpengalaman di bisnis perumahan.
Meski begitu, Kepala Riset Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya berpendapat, beberapa saham Grup Lippo berkapitalisasi pasar minim, di bawah Rp 1 triliun. Misalnya Multi Prima Sejahtera (LPIN) hanya memiliki kapitalisasi pasar Rp 105 miliar. Di sisi lain, bisnis properti Lippo Karawaci Tbk (LPKR) dan LPCK saat ini tergantung kebijakan pemerintah. Bisnis ritel seperti MLPL dan Matahari Putra Prima (MPPA) juga bergerak musiman. Yang pasti, bersamaan situasi politik saat ini, dimana pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla hampir dipastikan terpilih sebagai Presiden-Wakil Presiden 2014-2019, harga saham Grup Lippo melonjak tajam. Seperti diketahui, pentolan Grup Lippo James Riady merupakan pendukung Jokowi-JK. Di antara perusahaan konglomerasi, William menilai Grup Salim memiliki prospek paling menarik. Ini lantaran kenaikan harga saham Grup Salim terbilang stabil. Harga saham Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) naik 6,82% (ytd). Selain tersebar ke berbagai sektor, William dan David menilai, bisnis konsumer yang menjadi andalan Grup Salim merupakan sektor yang cukup defensif. Grup Astra juga punya banyak lini bisnis dan tetap mencatatkan pertumbuhan positif. Hanya saja, William melihat saham Grup Astra cenderung lebih berfluktuasi. Berbeda dengan William, David justru menjagokan saham Grup Astra. Menurut dia, Astra punya beragam bisnis mulai dari otomotif, perkebunan, tambang dan perbankan yang terus berkembang. Grup Sinarmas juga patut dicermati. Apalagi, grup ini memiliki bisnis perkebunan di bawah kendali Sinarmas Agro Resources and Technology (SMAR). Untuk properti, Sinarmas Land ditunjang pendapatan berulang
(recurring income) dari pusat belanja. Tapi William menilai di Grup Sinarmas hanya saham Bumi Serpong Damai (BSDE) yang menarik. Sedangkan Grup Ciputra dan Grup MNC kurang cemerlang karena tak banyak melakukan diversifikasi. Sejauh ini Ciputra hanya bergerak di bisnis properti. Padahal sektor itu mengalami perlambatan. Sedangkan MNC hanya menggenjot bisnis media. Di sisi lain, seiring hasil Pilpres yang mungkin dimenangi Jokowi-JK, kinerja saham Grup MNC dan Grup Bakrie merosot dalam. Maklumlah, pengendali Grup Bakrie Aburizal Bakrie dan pemilik Grup MNC Hary Tanoesoedibjo adalah pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Beberapa saham Grup Bakrie babak belur. Harga saham Bumi Resources (BUMI) anjlok 48% (ytd). Bahkan harga saham Bakrieland Development (ELTY), Bakrie Telecom (BTEL) dan Bakrie Sumatra Plantations (UNSP) anteng di level gocap alias Rp 50 per saham.
Harga emiten Grup MNC juga merosot sejak awal bulan ini. Contohnya harga saham Media Nusantara Citra (MNCN) turun 6% menjadi Rp 2.605 per saham. Tapi David menilai koreksi saham MNC hanya berlangsung sementara. Penurunannya cuma karena sentimen Pilpres. Kinerja Grup MNC sejatinya masih bagus. Sedangkan Grup Bakrie, menurut William, dihadapkan pada masalah bagaimana menumbuhkan kepercayaan investor. Agar sahamnya bergerak, dia menyarankan Bakrie membenahi bisnisnya. Namun, proses tersebut bisa memakan waktu cukup lama. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sandy Baskoro