Terkait Revisi Aturan PLTS Atap, Pengusaha Diminta Tak Hanya Pentingkan Bisnis



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Protes pengusaha atas revisi Peraturan Menteri No. 26/2021 tentang PLTS Atap dinilai hanya berdasarkan kepentingan bisnis semata, tanpa mempedulikan nasib Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, pihaknya membaca beberapa artikel keberatan yang disampaikan oleh para pengusaha PLTS Atap atas penghapusan pasal jual beli listrik dalam aturan PLTS Atap sebelumnya. 

"Mereka hanya mementingkan bisnisnya saja. Padahal jika pasal tersebut tetap ada, negara menanggung beban APBN yang relatif berat,” katanya seperti dikutip Selasa (20/2).   Baca Juga: Semen Indonesia (SMGR) Kian Aktif Mengadopsi EBT di Semua Area Operasinya di Tuban


Lagi pula, ia menilai alasan keberatan yang disampaikan pengusaha-pengusaha itu tidak cukup berdasar. 

“Banyak dari mereka menyampaikan alasan bahwa revisi aturan tersebut akan menyurutkan minat pemasang PLTS Atap hingga memperlambat langkah transisi energi. Ini tidak ada hubungannya. Jauh panggang dari api,” kata Marwan.    Menurut Marwan, pemasang PLTS Atap rata-rata untuk memenuhi kebutuhan rumahan dan tidak untuk berbisnis dengan negara. 

“Alasan yang disampaikan itu sangat jauh. Kecuali, bagi mereka yang ingin berniat menjual listriknya ke negara melalui jaringan dan transmisi milik negara. Itu yang tidak boleh,” tegasnya.

Baca Juga: Pasar PLTS Tahun Ini Masih Stagnan, Produsen Panel Surya Atur Strategi

Pada revisi aturan yang sudah disetujui Pemerintah paparnya, tetap membolehkan masyarakat memasang PLTS Atap. “Tidak ada larangan. Jadi pasang saja kalau memang berminat menikmati listrik yang dibangkitkan dari solar panel atau yang lebih dikenal sebagai energi baru terbarukan.”

Untuk itu, bagi pemasang PLTS Atap bisa menakar sendiri kebutuhan listriknya agar tidak terbuang sia-sia. “Konsep menakar kebutuhan listrik itu jauh lebih penting karena tidak akan merugikan negara.”

Selain tidak mempedulikan APBN, paparnya, skema jual beli (ekspor-impor) listrik dengan negara itu juga berisiko mengerek tarif listrik. “Karena listrik bercampur dengan listrik yang dibangkitkan oleh negara. Kalau sudah begitu, gimana masyarakat kecil yang selama ini menikmati tarif yang masih disubsidi oleh negara.”

Baca Juga: Penghapusan Pasal Jual Beli PLTS Atap Dinilai Bisa Cegah Kerugian Negara

Untuk itu, Marwan berharap, aturan yang telah disetujui oleh Pemerintah segera diundangkan untuk menggantikan peraturan menteri yang berisiko merugikan negara tersebut. “Ini penting agar negara tidak rugi.”

Selain berbagai masalah-masalah tersebut di atas, kata Marwan, intermintensi atau ketidakandalan cuaca diakui menjadi salah satu kelemahan pembangkitan listrik dari tenaga surya karena pemasang atau pengusaha PLTS atap tidak bisa memastikan durasi paparan matahari sehingga pasokan listrik menjadi tidak andal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli