Terkait spektrum pasca merger Indosat Ooredoo Hutchison, bisa minta pertimbangan KPPU



KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Penggabungan Indosat Ooredoo dan 3 Indonesia (H3I) akan menyatukan dua bisnis yang saling melengkapi. Keduanya  menciptakan sebuah perusahaan telekomunikasi digital dan internet  lebih besar dan lebih kuat secara komersial,

Dengan nama baru Indosat Ooredoo Hutchison, emiten berkode saham ISAT ini akan menjadi perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Indonesia. Perkiraan pendapatan tahunan keduanya  hingga US$3 miliar.

Kekuatan finansial  keduanya memberikan kesempatan lebih besar untuk membangun tidak hanya infrastruktur.  Tetapi tapi juga transformasi digital yang lebih luas. Apalagi di era sekarang ini, operator telekomunikasi tidak bisa lagi hanya berbisnis jaringan. Tapi  harus melakukan transformasi bisnis.


Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB,) Muhammad Ridwan Effendi menilai, dengan merger tentu kekuatan modal bertambah. “Semoga masing-masing  pihak berkomitmen  menggelontorkan modal  untuk membangun. Sehingga bisa mnlakukan akselerasi transformasi ekonomi digital,” kata Ridwan ke Kontan.co.id, Rabu (29/9) lalu.. 

Rolly Rochmad Purnomo,, Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia periode 2015-2020 menilai, merger adalah langkah yang strategi. Hal lazim dengan tujuan efisiensi untuk mencapai nilai ekonomis perusahaan. 

Rolly berharap aksi korporasi ini harus mempertimbangkan juga persaingan usaha yang sehat di industri telekomunikasi. Menurutnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga harus jeli melihat dampak merger dan akuisisi ini kepada iklim persaingan usaha. 

Menurut Rolly, pertimbangan dan penilaian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) wajib dijalankan Kominfo dalam memberikan persetujuan merger dan akusisi Indosat dan H3I. 

Menurut Rolly, jumlah frekuensi yang dimiliki perusahaan hasil merger Indosat H3I nantinya berpotensi menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia. "Pengalihan frekuensi sudah diatur dalam UU Cipta Kerja dan harus mendapatkan persetujuan Menkominfo dengan mempertimbangkan persaingan usaha yang sehat,”  ujar Rolly.

Ridwan sepakat. Harus ada evaluasi efektivitas dan efisiensi frekuensimasing-masing operator dan dari entitas baru hasil merger.  “Kominfo dan KPPU berhak menentukan seberapa besar frekuensi boleh dimiliki dan berapa yang harus dikembalikan ke negara. Supaya  tidak mengganggu iklim persaingan usaha yang sehat,” terang Ridwan. 

Sebelumnya  Analis RHB Sekuritas Indonesia, Michael Wilson Setjoadi melihat, contoh efisiensi yang terjadi setelah ISAT merger adalah penurunan biaya sewa tower. Michael mencatat, sekitar 20%-25% tower ISAT tumpang tindih dengan tower 3 Indonesia. Ke depan ISAT bisa merelokasi menara yang saling tumpang tindih.

Efisiensi juga bisa terjadi pada penurunan sewa peralatan dan gaji pegawai. Menurut Michael, pengeluaran untuk gaji pegawai di industri telekomunikasi porsinya cukup besar di 60%. "Fixed cost bisa menurun dengan adanya merger," kata Michael.

Di satu sisi, besaran proyeksi sinergi sebesar US$ 300 juta-US$ 400 juta berpotensi menurun. Menurut, Michael target tersebut bisa menurun bila pemerintah tidak menyetujui penggabungan spektrum ISAT dengan H31 hingga 100%. 

"Persoalan jatah spektrum masih perlu persetujuan pemerintah. Jika ada spektrum yang harus dikembalikan maka cost saving yang diproyeksikan mencapai US$ 300 juta berpotensi berkurang untuk menyewa tower baru bila spektrum yang digunakan penuh," kata Michael.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ahmad Febrian