Terkontraksi sejak awal tahun, begini rekomendasi saham barang konsumsi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sejumlah saham barang konsumsi (consumer goods) kurang mengesankan sepanjang tahun ini. Bahkan, indeks sektor consumer goods melemah 6,15% secara year-to-date (ytd), sehingga menjadi indeks sektoral dengan pelemahan terdalam di pasar saham.

Hal ini tidak terlepas dari kinerja saham penghuninya yang juga loyo. Saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) misalnya, sejak awal tahun melemah 6,93% ke level Rp 6.375. Anak usaha INDF, yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) juga bernasib serupa. Saham produsen Mi instan Indomie ini malah melemah 12,53% secara ytd.

Harga saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) juga melemah 8,84% sejak awal tahun. Sementara saham produsen minuman herbal Tolak Angin, yakni PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) juga masih melemah 2,64% sejak awal tahun.


Helen, Analis Phillip Sekuritas melihat, lesunya saham-saham konsumer di tengah sentimen pemulihan pasar setidaknya dilatarbelakangi oleh tiga faktor.

Baca Juga: Selama pandemi, belanja iklan dan promosi emiten barang konsumsi tetap tinggi

Pertama yakni pergantian alokasi saham. Hal ini karena di tahun 2021, muncul harapan pemulihan ekonomi terutama dengan adanya program vaksinasi. “Ketika ekonomi pulih, pasar cenderung beralih ke sektor yang growth nya tinggi dan melepas saham defensif,” ujar Helen saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (12/3).

Kedua, valuasi saham defensif juga biasanya premium. Faktor ketiga adalah belum pulihnya daya beli masyarakat.

Senada, Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Putu Chantika Putri mengatakan sektor konsumer sangat berkaitan erat dengan daya beli masyarakat. Di tahun ini, NH Korindo Sekuritas mengestimasi laju pemulihan daya beli masyarakat masih akan tumbuh dengan lambat (slow pace).

Hal ini mengingat fokus pemerintah tidak hanya untuk pemulihan ekonomi tetapi juga terbagi ke sektor kesehatan. ”Hal ini juga mempengaruhi alokasi spending (pengeluaran) masyarakat yang cenderung ke arah barang-barang esensial,” terang Chantika saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (14/3).

Baca Juga: Sektor ritel menjadi segmen usaha yang terperosok cukup dalam akibat pandemi

Di sisi lain, sejumlah harga komoditas yang berkaitan dengan emiten barang konsumer seperti minyak sawit mentah (CPO) dan minyak mentah (sebagai bahan baku kemasan), juga mengalami kenaikan.

Chantika memperkirakan akan ada potensi tertekannya margin untuk emiten konsumer lantaran minimnya ruang bagi emiten untuk meningkatkan harga jual rerata atau average selling price (ASP) nya di tengah pemulihan daya beli yang relatif masih lemah.

Helen juga menilai kenaikan harga komoditas bahan baku tentunya berdampak pada naiknya biaya dan akan menekan marjin emiten barang konsumsi. Adapun untuk kenaikan harga jual rata-rata, Phillip Sekuritas melihat, emiten akan melakukannya secara bertahap untuk memberikan ruang penyesuaian terhadap konsumen.

Baca Juga: Kinerja Unilever (UNVR) Tahun Ini Dibayangi Kenaikan Harga CPO, Dollar AS dan Royalti

“Dan juga disiasati dengan launching produk-produk dengan kemasan lebih kecil atau ekonomis dengan harga yang lebih terjangkau,” sambung Helen.

Alhasil, untuk jangka panjang, sektor konsumer masih menarik karena ditopang oleh sejumlah katalis, seperti jumlah penduduk yang besar, banyaknya kelas menengah, dan perubahan gaya hidup masyarakat yang menyukai hal yang praktis dan mudah. Helen merekomendasikan beli saham ICBP, INDF, dan UNVR saat harga terkoreksi.

Sementara rekomendasi dari NH Korindo Sekuritas untuk jangka panjang antara lain beli saham UNVR dengan target harga Rp 7.600 per saham, beli saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dengan target harga Rp 1.750 per saham, dan rekomendasi overweight untuk saham PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dengan target harga Rp 2.700 per saham.

Baca Juga: Begini rekomendasi saham di tengah kenaikan indeks keyakinan konsumen

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati