Ternyata, 95% dari Kewajiban Bayar Wanaartha Life Berasal dari Produk Saving Plan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana regulator untuk mengkaji ulang produk saving plan asuransi jiwa yang saat ini sudah banyak beredar rasanya tepat. Sebab, 95% dari kewajiban yang gagal dibayarkan oleh PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha Life (Wanaartha Life) berasal dari produk saving plan.

Alhasil, perusahaan asuransi jiwa tersebut perlu menelan pil pahit dengan dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal pekan ini. Padahal, total kewajiban yang perlu dibayarkan oleh perusahaan ke pemegang sahamnya ialah Rp 15,7 triliun berdasarkan laporan keuangan audited di 2020.

“90% apa malah 95% itu produk saving plan, justru hanya 5% atau 10% yang produk tradisional. seharusnya kalau bicara perusahaan asuransi jiwa harusnya lebih banyak di life nya, ini terbalik,” ujar Presiden Direktur Adi Yulistanto saat ditemui di Mampang, Rabu (7/12).


Baca Juga: Begini Kondisi Aset Wanaartha Life yang Izin Usahanya Dicabut

Adi menilai jika manajemen lama bisa mengatur bahwa produk tradisional lebih mendominasi, maka kejadian seperti ini tidak akan terjadi. Sehingga, kemampuan bayar ke pemegang polis masih terkendali.

Tak hanya itu, Adi juga membeberkan bahwa sejatinya produk saving plan milik Wanaartha Life ini sudah dilarang sejak 2018. Namun, manajemen lama tetap menjual produk tersebut sehingga sempat diberi sanksi juga.

“Terinfo di OJK sudah dilarang sejak 2018, seharusnya tidak ada penjualan-penjualan lagi setelah dilarang,” imbuhnya.

Terhadap produk saving plan ini, Adi juga melihat bahwa penempatan investasi tak hanya ditempatkan pada deposito. Kala itu, manajemen juga menempatkan investasinya dengan melakukan trading di instrumen saham.

Baca Juga: OJK Mencatat Ada 13 Perusahaan Asuransi dalam Pengawasan Khusus

Secara rinci, Adi menyebut penempatan pada instrumen saham dilakukan emiten yang beragam. Dalam hal ini, emiten-emiten yang masuk dalam LQ45 hingga yang disebut sebagai saham gorengan pun juga dimiliki.

“Itu yang akhirnya portofolio yang senilai Rp 2,7 triliun yang disita kejaksaan termasuk yang di tradingkan itu,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi