JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan keputusan pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang memberikan status bebas bersyarat kepada Urip Tri Gunawan, terpidana 20 tahun perkara suap penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). KPK menilai langkah Kemenkumham memberikan pembebasan bersyarat tidak memenuhi rasa keadilan bagi publik. "Kalau ada terpidana yang dihukum berat pengadilan, tapi belum menjalankan setengah saja masa hukuman, sudah bebas, bisa mencederai rasa keadilan publik, karena kita patuh benar dengan putusan pengadilan yang dijatuhkan 20 tahun, harusnya bisa dilakukan semaksimal mungkin," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin (15/5).
Urip divonis hukuman 20 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 4 September 2008. Ia terbukti menerima uang terkait jabatannya sebagai anggota tim jaksa penyelidik perkara BLBI. Bantuan itu diberikan pada Bank Dagang Nasional Indonesia milik Sjamsul Nursalim. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan vonis 20 tahun bui terhadap Urip pada 28 November 2008. Mahkamah Agung, pada 11 Maret 2009, juga menolak permohonan kasasi Urip. "Kalau pun ada hak-hak napi yang diberikan UU harusnya bisa dilaksanakan dengan hati-hati. Apalagi ada PP 99 yang mengatur ada batasan pemberian remisi, pembebasan bersyarat dan hak lain," ucap Febri. Febri berharap pemerintah ke depan, bersikap lebih tegas terhadap terpidana kasus korupsi. "Karena ranah ini di Kemenkumham di eksekutif, jangan sampai ada citra yang terbentuk bahwa Kemenkuham atau jajaran eksekutif tidak memperhatikan aspek keadilan publik terkait terpidana kasus korupsi," ucapnya.