Terpukul nilai tukar, Rusia masuk resesi



MOSKOW. Pelemahan nilai tukar rubel terhadap dollar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa waktu terakhir ini akan menyeret Rusia ke dalam resesi ekonomi. Menurut estimasi 27 ekonom yang di survei Bloomberg, Rusia akan menghadapi resesi dalam 12 bulan ke depan.

Vladimir Osakovskiy, Kepala Ekonom Rusia Bank of America Corp di Moskow, mengatakan faktor-faktor pendorong pertumbuhan, seperti investasi dan belanja konsumen, melambat. "Kami akan tergelincir dalam resesi," ujar Vladimir seperti dikutip dari Bloomberg.

Badan statistik pemerintah di Moskow melaporkan, penjualan ritel di Ibukota Moskow naik tipis 1,7% pada Oktober tahun ini dibandingkan periode sama tahun lalu. Namun, angka pengangguran meningkat 5,1%. Padahal, pada September lalu, kenaikan angka pengangguran hanya 4,9%. Angka-angka ini sesuai dengan perkiraan analis dalam survei Bloomberg.


Di sisi lain, rubel melemah hingga ke rekor terendah. Menurut hasil survei Bloomberg, rubel turun hingga 20% terhadap dollar AS dalam tiga bulan terakhir. Bahkan, rubel termasuk di antara 170 mata uang dengan kinerja terburuk.

Kondisi makin diperburuk oleh beban bunga tinggi dan permintaan domestik yang melambat. European Bank for Reconstruction and Development memprediksi ekonomi Rusia akan berkontraksi 0,2% pada tahun 2015.

Indikator lainnya adalah investasi modal menyusut 2,9% pada Oktober 2014 secara tahunan. Bulan sebelumnya, investasi modal juga turun 2,8%. Maklum, sanksi AS dan beberapa negara barat terkait konflik di Ukraina, membuat perusahaan-perusahaan Rusia kesulitan mencari dana di pasar modal global.

Sementara itu, upah naik tipis mengikuti laju inflasi, yakni 0,3%. Ekonom Bloomberg memproyeksikan investasi akan tumbuh 3,5% dan upah riil turun 0,9%.

Kini, bank sentral Rusia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi setelah harga minyak turun dan ekspor utama Rusia jatuh ke posisi terendah selama empat tahun. Perekonomian Rusia ditargetkan tumbuh 0,3% tahun ini dan akan stagnan tahun depan. Proyeksi ini berdasarkan asumsi harga minyak rata-rata US$ 95 pada 2015 dan sanksi Barat hingga tahun 2017.

"Salah satu aspek yang paling mencolok dari penurunan ekonomi Rusia bahwa sektor konsumer yang sebelumnya tangguh, telah melemah tajam," kata seorang ekonom Capital Economics di London. Penjualan ritel akan lemah selama beberapa tahun sehingga tak mampu mengerek pertumbuhan ekonomi.

Editor: Hendra Gunawan