Tersandung sengketa tiang monorel



JAKARTA. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sangat menginginkan PT Jakarta Monorail (JM) segera melakukan pelunasan pembayaran tiang-tiang kepada PT Adhi Karya. Jokowi tidak ingin tiang-tiang itu hanya menjadi "monumen". Sejauh ini, keinginan tersebut belum juga tercapai. Belum ada kesepakatan harga antara PT JM dan Adhi Karya. PT JM juga menolak anggapan bahwa mereka berutang. "Persyaratan Pak Gubernur untuk menyelesaikan (pembayaran) tiang-tiang itu supaya kita bisa gunakan, supaya jangan lagi jadi monumen-monumen yang ada di pinggir jalan," kata Komisaris Utama PT JM Edward Soerjadjaja, seusai mengadakan rapat dengan pejabat pemerintah provinsi DKI, di Balaikota Jakarta, Rabu (19/2/2014). Pihak Adhi Karya, kata Edward, sudah menyampaikan rincian harga tiang yang harus dibayarkan oleh PT JM. Jumlahnya mencapai sekitar Rp 193 miliar. Namun, dari pengecekan yang dilakukan, ternyata ditemukan tidak adanya kesesuaian antara rincian harga dan kondisi di lapangan. Karena itu, ia menuding Adhi Karya telah melakukan penggelembungan dana harga tiang. Menurut Edward, PT JM seharusnya hanya perlu membayar sebesar Rp 130 miliar. Edward menjelaskan, dari Rp 193 miliar yang diminta oleh Adhi Karya, Rp 53 miliar di antaranya merupakan dana yang harus dibayar untuk biaya pembuatan stasiun. "Pernah enggak lihat stasiun monorel? Engga ada. Dalam penilaian mereka, ada biaya stasiun Rp 53 M, itu enggak mungkin kami bayarkan. Berarti ada penggelembungan," ujarnya. Karena itu, jelas Edward, pihaknya menolak jika dikatakan berutang kepada Adhi Karya. Menurutnya, PT JM sudah selalu berusaha untuk melakukan pembayaran tiang, tentunya dengan pembayaran versi perhitungan PT JM. Sebelumnya, Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Sarwo Handayani mengatakan, pembayaran tiang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi sebelum dilakukannya penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS). Untuk itu, kata Yani, Pemprov DKI telah melayangkan surat ke untuk memfasilitasi pertemuan antara PT JM dan Adhi Karya untuk penyelesaian pembayaran tiang. "Kami bayar Rp 130 M dan semua kelengkapan surat dan studi BPKP (badan pengawas keuangan dan pembangunan) diterima bersama. Itu usul mereka sendiri, tapi tetap kami dimintai Rp 193 M. Kami selalu membahas ini dengan Adhi Karya, tapi mereka selalu berbicara ke media kalau kami utang," kata Edward. Edward menegaskan bahwa pihaknya selalu berkomitmen untuk menyelesaikan proyek tersebut tepat waktu. Ia menolak jika ada anggapan bahwa proyek monorel mangkrak untuk kedua kalinya. Proyek monorel, setelah dilakukan groundbreaking tepat di ujung Jalan HR Rasuna Said yang mengarah ke Menteng pada 16 Oktober tahun lalu, berhenti. Tak tampak lagi adanya aktivitas konstruksi di kawasan tersebut. "Kami janji penuhi tugas kami adakan transportasi ini. Tidak semua pekerjaan itu hanya di atas jalan," ujar Edward. Monorel Jakarta merupakan transportasi massal yang pembangunannya dimulai sekitar 2004. Namun, pada 2007, proyek pembangunannya terhenti. Terhentinya proyek tersebut menyebabkan terbengkalainya tiang-tiang monorel, yang telah dibangun di sepanjang Jalan HR Rasuna Said, Asia Afrika dan Tentara Pelajar. Jika nanti pembangunannya telah selesai, monorel Jakarta akan melayani dua rute. Pertama, jalur hijau (Kuningan-Gatot Subroto-SCBD-Senayan-Pejompongan-kembali ke Kuningan), yang ditargetkan akan beroperasi pada 2016. Yang kedua yakni jalur biru (Mal Taman Anggrek-Tomang-Cideng-Tanah Abang-Karet-Mal Ambassador-Tebet-Kampung Melayu), yang ditargetkan akan beroperasi pada 2017. (Alsadad Rudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dikky Setiawan