KONTAN.CO.ID - SEMARANG. Bupati Purbalingga nonaktif Tasdi dituntut delapan tahun penjara terkait kasus suap dan gratifikasi selama menjabat sebagai bupati. Tasdi juga dibebani membayar denda Rp 300 juta atau setara dengan enam bulan kurungan. Tuntutan tersebut dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (16/1). "Menyatakan terdakwa sah dan meyakinkan secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan primer, dan melakukan penerimaan gratifikasi sebagaimana dalam dakwaan kedua," kata jaksa penuntut umum pada KPK, Kresno Anto Wibowo. Jaksa menyatakan Tasdi telah terbukti dalam dua pasal sekaligus. Yaitu pasal 12 huruf b UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tenang tindak pidana korupsi dan pasal 11 UU yang sama.
Dalam kasus suap, terdakwa secara meyakinkan menerima suap dari para pengusaha Librata Nababan sebesar Rp 115 juta dari yang dijanjikan Rp 500 juta. Selain itu, terdakwa juga menerima suap dari sejumlah pihak, baik dari pengusaha yang ingin mendapatkan proyek di Purbalingga, ataupun bawahan terdakwa di Pemkab Purbalingga. "Suap diberikan secara langsung dan tidak langsung. Suap langsung misalnya ketika terdakwa minta pengusaha untuk bantu acara wayangan," ujar Kresna. Jaksa menegaskan, semestinya semua bentuk pemberian kepada pejabat negara dilaporkan ke KPK. Namun terdakwa tidak pernah sekalipun melaporkan penerimaan uang tersebut ke KPK. "Uang digunakan untuk kepentingan politik terdakwa dan disimpan di rumah dinas. Mestinya dilaporkan maksimal 30 hari sejak diterima," tambahnya. Kasus gratifikasi Sementara dalam kasus gratifikasi, Tasdi menerima sejumlah uang baik dari kolega, rekanan hingga anggota DPR. Salah satu gratifikasi yang disebut yaitu dari Utut Adianto sebesar Rp 180 juta untuk membantu operasional pemenangan di Pilkada Jawa Tengah. Namun oleh terdakwa, uang pemberian dari Utut disimpan di rumah dinas bupati dan tidak dilaporkan ke bendahara partai. "Terdakwa menyebut uang sebagai upaya penanganan Ganjar Pranowo di Pilkada Jateng itu alasan tidak dapat diterima, karena saksi meringankan sesuai AD/ART partai, semua penerimaan wajib dicatatkan," tambah jaksa. "Penerimaan uang dari Utut Adianto ternyata tidak diserahkan ke bendahara, tapi disimpan di rumah dinas. Itu merupakan bentuk gratifikasi, oleh karenanya dirampas untuk negara," katanya di depan hakim yang dipimpin Antonius Widjantono tersebut. Selain tuntutan hukum, jaksa juga meminta agar hak politik terdakwa dicabut, baik untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik. Seusai tuntutan, Tasdi tampak sedih. Dia bahkan sempat ditegur hakim karena sempat tidak fokus dalam persidangan. Tasdi akan menyampaikan pembelaan pada sidang Rabu (23/1) berikutnya. Tasdi akan menyiapkan pledoi tersendiri, selain dari pihak penasehat hukum. "Ikuti saja pledoi besok," ucap Tasdi, singkat seusai persidangan. Seperti diketahui, Tasdi didakwa menerima suap dan gratifikasi saat menjabat orang nomor satu di Purbalingga.
Dalam kasus suap, ia didakwa menerima Rp 115 juta dari Rp 500 juta yang dijanjikan dalam proyek pembangunan Islamic Center tahap 2 dengan nilai proyek Rp 22 miliar. Sementara dalam kasus gratifikasi, dia didakwa menerima uang Rp 1,46 miliar dan 20.000 dollar AS. Utut disebut beri uang Rp 150 juta kepada Bupati non aktif tersebut. (Kontributor Semarang, Nazar Nurdin) Artikel ini telah tayang di Kompas.com berjudul:
"Bupati Purbalingga Nonaktif Tasdi Dituntut 8 Tahun Penjara Terkait Kasus Suap dan Gratifikasi" Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi