KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja tiga emiten di bawah naungan holding tambang BUMN (MIND ID) diproyeksi akan semakin moncer tahun ini. Kenaikan kinerja ini mengingat harga komoditas pendukung seperti timah, nikel, dan batubara yang sudah meningkat sangat signifikan. Analis Panin Sekuritas Timothy Wijaya mengatakan, PT Timah Tbk (
TINS) bisa menjadi penyokong kinerja holding MIND ID hingga akhir tahun. Moncernya kinerja TINS diproyeksi terjadi karena memang harga timah sudah meningkat 69% secara
year-to-date (ytd). “Jadi tentunya akan bertranslasi kepada peningkatan pendapatan, walaupun saat ini harga timah sedang terkoreksi dari US$ 37.500 menjadi US$ 35.575 per ton,” terang Timothy kepada Kontan.co.id, Senin (4/10).
Baca Juga: IHSG diproyeksi menguat terbatas pada Selasa (5/10) Ditambah lagi, pada semester kedua 2021, pertambangan ilegal di kawasan izin usaha pertambangan (IUP) milik TINS diharapkan semakin sedikit. Hal ini seiring dengan penertiban yang dilakukan oleh PT Timah sehingga produksi diperkirakan akan terus meningkat di semester kedua 2021. Prospek TINS juga dipoles oleh proyek TSL Ausmelt Furnace milik TINS yang memiliki waktu
commercial operation date (COD) pada awal tahun 2022.
Smelter tersebut dapat mengolah hingga 40.000 ton timah (Sn) dan dapat melebur biji timah dengan kadar yang lebih rendah. Hal tersebut berdampak pada penurunan biaya produksi, efisiensi, dan peningkatan produksi logam timah yang lebih ramah lingkungan. Timothy menilai, harga timah masih dapat bertahan atau akan meningkat hingga akhir tahun, didorong oleh meningkatnya kebutuhan timah di pasar global serta ketersediaan yang terbatas akibat dari Covid-19. Terdapat penurunan produksi dari negara penghasil timah terbesar seperti Indonesia dan Malaysia yang terdampak pandemi serta Myanmar yang mengalami situasi politik.
Baca Juga: Saham Aneka Tambang (ANTM) masih atraktif, ini rekomendasi Mirae Asset Sekuritas Panin Sekuritas merekomendasikan beli saham TINS dengan target harga Rp 1.700 per saham. Rekomendasi ini didorong oleh pasokan timah yang belum dapat memenuhi permintaan global, proyeksi peningkatan produksi pada semester kedua 2021 seiring dengan menurunnya aktivitas tambang ilegal, proyek
smelter yang akan COD pada awal tahun 2022, serta peningkatan harga jual rata-rata atau
average selling price (ASP) seiring dengan peningkatan harga timah global. Sementara itu, Analis Samuel Sekuritas Indonesia Dessy Lapagu optimistis kinerja PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM) akan membaik tahun ini, didorong oleh menguatnya harga nikel. Dia juga meyakini pendapatan PT Bukit Asam Tbk (
PTBA) masih berpotensi tumbuh seiring dengan tren kenaikan harga batubara global yang saat ini menguat serta ekspansi yang dilakukan PTBA. Samuel Sekuritas Indonesia memproyeksikan volume produksi PTBA dapat mencapai 30,8 juta ton-33,7 juta ton pada 2021-2022 dengan ekspektasi pemulihan produktivitas, didukung strategi manajemen untuk mendorong penjualan ekspor di tengah tren penguatan harga batubara global. Sebagai perbandingan, emiten yang berbasis di Sumatra Selatan ini memproduksi 24,8 juta ton batubara pada 2020.
Baca Juga: Indeks saham sektor energi mencetak kinerja tertinggi ketiga dipicu harga komoditas Pertumbuhan ASP Bukit Asam juga sejalan dengan kenakan harga batubara global. Dessy mencatat, ASP Bukit Asam pada kuartal kedua 2021 tumbuh ke level Rp 886.000 per ton. ASP pada periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 668.000 per ton dan ASP pada kuartal pertama 2021 sebesar Rp 670.000.
Samuel Sekuritas Indonesia memproyeksikan penguatan harga batubara masih akan terjadi didukung oleh permintaan yang kuat dan terbatasnya suplai. Pada tahun ini, PTBA diproyeksikan mengempit pendapatan bersih senilai Rp 23,10 triliun dan akan naik menjadi Rp 23,81 triliun di tahun depan. Bukit Asam diproyeksikan membukukan laba bersih senilai Rp 3,99 triliun di tahun ini dan akan naik menjadi Rp 4,03 triliun di tahun depan. Samuel Sekuritas Indonesia merekomendasikan beli saham PTBA dengan target harga Rp 3.200 per saham dan beli saham ANTM dengan target harga Rp 3.230 per saham.
Baca Juga: Rapor hijau emiten tambang BUMN, mana yang kinerjanya paling mentereng? Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati