KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) melaju kencang mengejar ketertinggalan di bulan terakhir 2019. Setelah tercatat turun 2,95% dari awal tahun hingga akhir November 2019, IHSG cenderung berbalik arah dalam dua setengah pekan terakhir. Dengan kenaikan ini, IHSG akhirnya berbalik arah ke zona hijau. Secara
year to date hingga Selasa (17/12), IHSG mencatat penguatan 0,80% ke 6.244,35. Kinerja ini masih lebih baik ketimbang IHSG tahun lalu yang turun 2,53%. Tapi sangat jauh jika dibandingkan tahun 2017 yang melesat 19,99%. Meski menguat jelang akhir tahun, kinerja IHSG ini masih kalah jika dibandingkan dengan bursa-bursa saham lain. Di kawasan Asia Tenggara, IHSG masih lebih baik ketimbang FTSE Bursa Malaysia yang turun 6,72% dan SETi Thailand yang turun 1,12% secara
year to date.
Bursa saham kedua negara tersebut turun karena masalah politik yang menimbulkan ketidakpastian. Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menyebutkan bahwa dia bisa tetap menjabat hingga setelah 2020. Pernyataan yang muncul pada 14 Desember 2019 ini berkebalikan dengan rencana awal ketika dia akan menunjuk Anwar Ibrahim sebagai penggantinya. Anwar Ibrahim justru tengah menghadapi tuduhan baru pelecehan seksual. Sementara ibu kota Thailand menghadapi protes terbesar sejak kudeta 2014. Protes ini terjadi setelah otoritas melarang partai oposisi. Tapi, kinerja IHSG ini masih tertinggal jika dibandingkan dengan misalnya tiga indeks utama bursa Amerika Serikat (AS) yang mencapai rekor tertinggi. Indeks Dow Jones sudah melaju 21,04% sejak awal tahun hingga Senin (16/12). Sedangkan indeks S&P 500 melejit 27,31%. Bahkan, Nasdaq Composite melesat 32,84%. Di Asia bursa Taiwan melaju 24,36%. Indeks Nikkei 225 di Jepang naik 20,24%. Sedangkan indeks Shanghai naik 21,19%.
Baca Juga: Tutup defisit APBN 2020, pemerintah tarik utang Rp 735,52 triliun tahun depan Kesepakatan awal perdagangan antara AS dan China yang diumumkan pada pekan kedua Desember menjadi tenaga bagi pasar saham global untuk menguat jelang tutup tahun. Meski demikian, kesepakatan ini masih dalam tahap penyusunan. Kedua negara menargetkan kesepakatan fase satu akan diteken pada bulan Januari 2020. Dalam Market Outlook 2020, Kepala Riset Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma mengatakan, ada sejumlah hal positif bagi
IHSG pada tahun depan, yakni:
- Perbaikan harga CPO yang juga berpotensi meningkatkan permintaan kredit dari sektor agribisnis
- Bantuan sosial pemerintah yang dapat meningkatkan konsumsi domestik
- Perkiraan penurunan defisit migas dengan adanya program B30
- Penerapan Omnibus Law yang diharapkan dapat memperbaiki iklim usaha.
Baca Juga: IHSG turun 5 hari berturut-turut, begini proyeksinya pada perdagangan Kamis (28/11) Suria pun menilai ada beberapa risiko yang perlu diperhatikan investor seperti:
- Harga CPO yang lebih rendah daripada ekspektasi
- Masih lemahnya permintaan kredit dari sektor-sektor utama
- Perlambatan ekonomi yang lebih buruk daripada ekspektasi
- Berdasarkan perkiraan Bank Dunia, setiap pelemahan 1% poin produk domestik bruto (PDB) di China akan menurunkan laju pertumbuhan PDB Indonesia sebesar 0,3%
Baca Juga: Tiga indeks utama Wall Street tancap gas ke rekor tertinggi Target IHSG... Suria memperkirakan, BI akan menahan penurunan lebih lanjut tingkat suku bunga karena ketatnya likuiditas perbankan saat ini. "Di sisi lain, penerbitan obligasi negara juga kami perkirakan akan menarik sebagian dana pihak ketiga perbankan," kata Suria dalam Market Outlook 2020. Samuel Sekuritas memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan hanya akan mencapai 4,85% dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini pada 5,4%. Sedangkan inflasi diprediksi sebesar 4,5%. Presiden Direktur Mandiri Manajemen Investasi Nurdiaz Alvin Pattisahusiwa menilai, katalis positif lainnya data dari adanya Omnibus Law yang akan mulai efektif pada 2020. Sebab, ia menilai dengan adanya Omnibus Law ini maka diharapkan dapat berdampak langsung pada laba perusahaan, utamanya perusahaan terbuka. “Karena pemotongan pajak korporasi terutama untuk perusahaan
go public bisa turun hingga 17% tahun depan,” ujar Alvin, Selasa (12/10). Selain itu, perekonomian global diprediksi akan mulai membaik. Pada 2020, perekonomian global diramal tumbuh di kisaran 3%-3,5%. Alvin memprediksi, kondisi ini akan mulai berdampak positif pada pasar ekuitas tanah air mulai kuartal II 2020.
Baca Juga: Harga minyak bisa naik hingga awal tahun depan, ini penyebabnya Panin Sekuritas dalam Indonesia Economic Outlook 2020 memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,10% pada tahun depan. Sementara tingkat inflasi diramal 3,30%. Hosianna E. Situmorang, analis Panin Sekuritas memperkirakan, nilai tukar rupiah akan berada di Rp 14.400 per dolar AS dengan prediksi terbaik pada Rp 13.800 per dolar AS dan terburuk pada Rp 15.000 per dolar AS. Panin Sekuritas melihat pertumbuhan ekonomi flat di tahun 2020 dengan tingkat inflasi rendah. Namun tren pemangkasan suku bunga akan menahan perlambatan lebih lanjut sehingga dampaknya bagi perekonomian akan mendatar dengan pertumbuhan 5,1%. "Kami melihat
downside risk masih tinggi karena tren pembentukan modal tetap bruto yang masih menunjukkan perlambatan serta ekspor yang masih melemah," kata Hosianna dalam Economic Update, Selasa (17/12).
Baca Juga: Dicari, IPO Emiten Saham dengan Nilai Emisi Jumbo Samuel Sekuritas Indonesia menargetkan IHSG tahun depan bisa mencapai 6.800 dengan pertumbuhan
earning per share lebih dari 8% secara tahunan. Target IHSG ini mencerminkan
price to earning ratio 16,2 kali tahun 2020 dan 15 kali tahun 2021. IHSG bisa mencapai 7.500 Direktur Panin Asset Management Rudiyanto memperkirakan,
IHSG tahun depan bisa mencapai 7.300-7.500 dengan asumsi akhir tahun ini bisa 6.200-6.400. "
Return reksadana saham bisa positif pada 2020 walaupun masih
volatile," kata Rudiyanto. Potensi
rebalancing dari negara maju ke negara berkembang menjadi salah satu penopang kinerja instrumen berbasis saham. Dengan pindahnya alokasi dana asing ke negara berkembang, maka pasar saham berpotensi membaik. Gema K. Darmawan, Fund Manager Samuel Aset Manajemen memperkirakan, reksadana berbasis saham berpeluang memberikan imbal hasil antara 8%-10%. Prediksi ini mengacu pada potensi kinerja indeks saham.
Baca Juga: Investor Reksadana Diminta Tidak Gegabah Mencairkan Reksadana Direktur dan Kepala Riset Citigroup Sekuritas Indonesia Ferry Wong bahkan memproyeksi IHSG mampu menembus level 7.050 hingga akhir 2020. Dia menilai, pengaruh perang dagang antara AS dengan China akan segera mereda. Akan tetapi, ia mengatakan pemerintah perlu mewaspadai kondisi neraca dagang antara Indonesia dengan China. Sebab, kondisi neraca dagang Indonesia dengan Negeri Tirai Bambu ini masih dalam kondisi defisit. “Jika mata uang China melemah, pasti impor dari China pasti akan banyak dan pastinya defisit perdagangan dengan China melebar dan
current account deficit Indonesia (CAD) juga akan melemah,” ujar Ferry. Baca Juga:
Bankir memprediksi NIM masih bakal layu di tahun depan Dari sisi domestik, pembentukan Kabinet Indonesia Maju juga dinilai positif oleh pasar. “Konsolidasi politik telah terjadi setelah pengumuman kabinet. Prabowo Subianto juga bergabung dengan kabinet sehingga cukup banyak memberi sentimen positif terhadap pebisnis dan kepercayaan konsumen,” ujar Ferry, Selasa (10/12). Hal lainnya yang mampu mendongkrak pergerakan indeks adalah proyeksi pertumbuhan laba bersih emiten. Pertumbuhan laba bersih perusahaan sepanjang 2019 diperkirakan hanya 4,7%. Sementara pada 2020, laba bersih perusahaan diprediksi akan tumbuh hingga 10,1%. Ferry menambahkan, penyebab naiknya laba bersih perusahaan pada 2020 adalah adanya potensi pemotongan suku bunga acuan. Selain itu, ada juga alokasi belanja modal yang diperkirakan naik serta harga CPO yang diprediksi akan naik. “Terutama ditopang oleh sektor-sektor seperti perbankan yang akan tumbuh sekitar 14%-15%, kemudian ada sektor telekomunikasi dan semen,” lanjutnya.
Baca Juga: Tips menyusun portofolio saat saham genting dari Infovesta Utama Selain itu, dana investasi asing juga sudah mulai masuk ke Indonesia. “Untuk pasar modal, saya cukup
bullish untuk tahun 2020. Meskipun selama dua tahun belakangan ini tidak terlalu
bullish terhadap pasar karena katalis-katalisnya belum terlalu terlihat,” kata Ferry. Lalu sektor mana saja yang masih prospektif tahun depan? Ferry mengatakan terdapat beberapa sektor yang memiliki potensi untuk tumbuh pada tahun depan. Yang pertama adalah sektor perbankan. Ferry memperkirakan, pada 2020, laba bersih perusahaan akan tumbuh hingga 10,1%. Pertumbuhan ini utamanya didorong oleh sektor seperti perbankan yang akan tumbuh sekitar 14%-15%. Selain itu, Ferry melihat adanya potensi pemotongan suku bunga acuan tanah air. Sebab, saat ini suku bunga Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. “Jadi, saya rasa masih ada potensi tingkat suku bunga akan turun,” ujar Ferry saat Seminar Market Outlook 2020 di Jakarta, Selasa (10/12). Kemudian, sektor yang memiliki prospek cerah tahun depan adalah sektor telekomunikasi. Menurut Ferry, tumbuhnya industri digital seperti layanan berbasis digital hingga perkembangan
e-commerce berpotensi untuk mendongkrak kinerja emiten sektor telekomunikasi. “Untuk nonton, untuk pengiklanan semuanya sudah mengarah ke digital. Artinya, penetrasi internet juga cukup meningkat,” kata Ferry.
Baca Juga: Fitch: Masih ada hambatan besar bagi resolusi penuh perang dagang AS-China Selain itu, emiten rokok pun dinilai masih akan bersinar pada tahun depan. Di tengah terpaan kenaikan cukai rokok, Ferry menilai pertumbuhan kinerja emiten rokok masih mampu bertahan. Ferry juga menilai emiten sektor rumah sakit dan semen memiliki potensi yang cemerlang pada 2020. Samuel Sekuritas melihat sejumlah sektor masih
overweight alias layak dicermati. Sektor ini adalah sektor perbankan, perkebunan, tambang logam, barang konsumen, operator telekomunikasi, dan infrastruktur telekomunikasi. Sektor yang menurut Samuel Sekuritas
neutral adalah sektor otomotif, rokok, konstruksi,
poultry, minyak dan gas, batubara, penerbangan, ritel,
healthcare, properti, media, jalan tol, bahan kimia, dan pracetak. Sementara sektor yang
underweight antara lain sektor semen, ritel telekomunikasi,
pulp and paper, dan kontraktor tambang.
Baca Juga: Moody's: Utang korporasi China ancaman terbesar ekonomi global Dari sejumlah saham bank besar,
top picks Samuel Sekuritas adalah
BBNI dan
BMRI karena valuasi yang lebih menarik. Untuk sektor barang konsumen,
top picks Samuel Sekuritas adalah
ICBP dan
INDF. Di sektor tambang logam, saham pilihan Samuel adalah
MDKA dengan target harga Rp 1.600 dan
INCO dengan target harga Rp 3.900 per saham. Di sektor perkebunan, pilihan Samuel Sekuritas dari sejumlah sahamnya adalah
AALI dan
LSIP.
TOWR menjadi saham pilihan pada sektor infrastruktur telko. Rekomendasi
buy disematkan untuk tiga saham operator telko yakni
TLKM dengan target harga Rp 4.700,
EXCL dengan target harga Rp 3.900, dan
ISAT dengan target harga Rp 3.450 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati