Tertekan Krisis Listrik dan Covid-19, Prospek Ekonomi China Makin Suram



KONTAN.CO.ID - BEIJING. Walau mulai beranjak pulih, ekonomi China masih dihantui oleh krisis listrik, melemahnya permintaan global dan kasus Covid-19 sehingga prospek ekonomi makin suram. 

Hal ini berdasarkan indeks agregat Bloomberg dari delapan indikator awal untuk Agustus 2022. Secara keseluruhan, China meraih nilai 5, atau tidak berubah dari posisi Juli yang menandakan momentum telah stabil.

Permintaan luar negeri yang kuat untuk barang-barang China telah membantu mengimbangi beberapa penurunan akibat penguncian Covid yang membuat pengeluaran domestik turun tajam pada Agustus. 


Akibatnya, ekonomi domestik China diproyeksi suram karena kemerosotan pasar properti yang berlanjut hingga Agustus dan penjualannya juga terus merosot di empat kota teratas China. 

Baca Juga: China Gelontorkan Stimulus US$ 146 miliar Demi Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi

Kondisi tetap melemah walau pemerintah selama berbulan-bulan memberikan stimulus untuk meningkatkan pinjaman kepada pembeli rumah, menurunkan suku bunga hipotek dan memungkinkan lebih banyak relaksasi uang muka.

Data resmi terbaru menunjukkan pinjaman properti pada bulan Juli tumbuh pada tingkat terlemah sejak 2012. Suku bunga hipotek kemungkinan akan terus dipangkas ke rekor terendah 4,1% setelah bank mengurangi suku bunga pinjaman lima tahun sebesar 15 basis poin awal pekan ini untuk meningkatkan permintaan perumahan.

Pertumbuhan penjualan mobil juga jauh lebih lambat dibandingkan bulan Juli, yang merupakan indikasi lain dari melemahnya permintaan domestik. 

Perdana Menteri China Li Keqiang berjanji untuk mempertahankan kebijakan preferensial untuk mendorong permintaan mobil listrik. Namun krisis listrik dan wabah Covid telah merusak kepercayaan bisnis, terutama pada perusahaan-perusahaan kecil. 

Baca Juga: Eropa Menghadapi Kekeringan Terburuk dalam 500 Tahun!

Survei Standard Chartered Plc terhadap lebih dari 500 perusahaan kecil menunjukkan kepercayaan mereka merosot pada Agustus karena aktivitas produksi melambat secara signifikan, pesanan baru melemah, dan biaya pembiayaan bank meningkat.

“Gangguan yang sedang berlangsung akibat Covid-19 dan langkah-langkah penjatahan listrik yang diberlakukan di beberapa area produksi utama, termasuk Sichuan, mengakibatkan penutupan pabrik sementara,” tulis ekonom Hunter Chan dan Ding Shuang dikutip dari Bloomberg, Jumat (26/8). 

Akibat kondisi tersebut, produksi dan penjualan menjadi terganggu. Kemudian ketersediaan bahan baku juga terbatas dan harga jual pun menjadi semakin mahal. 

Wabah Covid telah menghantam sektor pariwisata. Lebih dari 100.000 turis terjebak di pulau tropis Hainan karena wabah Covid-19. Sementara puluhan ribu turis di Tibet terdampar karena pembatalan penerbangan dan kekhawatiran terinfeksi selama perjalanan di sana. 

Baca Juga: Eropa Masih Dilanda Krisis Energi, China dan Jepang Mulai Kekurangan Pasokan Listrik

Bahkan kekurangan pasokan listrik yang disebabkan oleh kekeringan telah memaksa pabrik-pabrik untuk tutup dan pusat perbelanjaan untuk mematikan lampu, terutama di kota-kota di Cina barat. 

Meskipun penurunan ekonomi diperkirakan lebih kecil daripada dampak keterbatasan listrik tahun lalu, namun para ekonom masih memperkirakan output industri akan terpukul pada Agustus.

Para pembuat kebijakan meningkatkan stimulus ekonomi dengan menyalurkan pendanaan lebih lanjut sebesar 1 triliun yuan (US$ 146 miliar) yang sebagian besar berfokus pada pengeluaran infrastruktur. 

Namun, para ekonom relatif pesimis pada langkah-langkah tersebut karena tidak akan memberi efek besar untuk menahan dampak penguncian Covid yang berlanjut dan kemerosotan pasar properti.

Editor: Noverius Laoli