Terus Berkurang, Ada 27 Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Belum Punya Aktuaris



KONTAN.CO.ID - BALI. Hingga sejauh ini kewajiban pemenuhan aktuaris bagi perusahaan asuransi dan reasuransi masih belum terpenuhi. Padahal kewajiban ini sudah tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

Di dalam undang-undang tersebut tepatnya pada pasal 17 ayat 2 secara tegas mencatat bahwa setiap perusahaan asuransi wajib mempekerjakan seorang aktuaris. Meski begitu jumlah perusahaan yang tidak memiliki tenaga aktuaria terus berkurang.

“Berdasarkan data per 9 Oktober 2023, terdapat 27 perusahaan asuransi dan reasuransi yang belum memiliki dan belum menyampaikan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi Appointed Actuary,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, Senin (9/10).


Ogi menyebutkan, perusahaan yang belum memiliki aktuaris tersebut terdiri dari dua perusahaan asuransi jiwa, 21 perusahaan asuransi umum, satu perusahaan reasuransi, satu perusahaan asuransi jiwa syariah dan dua perusahaan asuransi umum syariah.

Jika ditelaah, data OJK menunjukkan pada Juni 2023 masih terdapat 40 perusahaan asuransi yang belum memiliki aktuaris. Artinya, ini hanya berkurang 13 perusahaan dalam waktu tiga bulan.

“OJK telah menetapkan tenggat waktu untuk menyampaikan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi Appointed Actuary paling lambat akhir Desember 2023,” tegas Ogi.

Baca Juga: Simas Insurtech Catatkan Pertumbuhan Premi Sebesar 78% hingga Agustus 2023

Direktur Utama Asuransi Asei Indonesia, Dody Dalimunthe mengatakan bahwa masalah pemenuhan kewajiban aktuaris di asuransi umum masih terkait dengan sedikitnya ketersediaan aktuaris untuk fellow actuary.

“Yang banyak tersedia saat ini adalah yang associated actuary dan para students, sehingga harus menempuh beberapa ujian profesi aktuaris lagi untuk jadi fellow,” terangnya kepada KONTAN, Rabu (11/10).

Dody mengungkapkan, kelangkaan aktuaris tersebut menyebabkan beberapa perusahaan mengambil tenaga aktuaris dari perusahaan asuransi lainnya. Dengan catatan, ada kompensasi remunerasi lebih tinggi.

“Inilah yang membuat alokasi biaya jadi tinggi,” ungkap Dody.

Memang, sebelumnya Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan pernah bilang, masalah lain industri perasuransian bukan hanya ketersediaan SDM, tetapi upah seorang tenaga aktuaris terpaut tinggi.

“Ini bukan masalah supply dari aktuarianya yang tidak ada, tetapi lebih kepada angka numerasi yang diminta para aktuaris di atas rata-rata. Ini yang menjadi persoalan di kita,” ujarnya saat ditemui di Jakarta.

Baca Juga: Panin Dai-Ichi Life Catat Pembayaran Klaim Capai Rp 567 Miliar hingga Agustus

Budi tak memungkiri, tingginya harga tenaga aktuaria, menjadi beban para pemain asuransi dengan kondisi keuangan menengah ke bawah. Meski begitu, Budi yakin di akhir tahun nanti bisa terpenuhi.

“Tapi saya yakin bahwa Desember ini semua bisa terpenuhi. Karena pada 2025 implementasi IFRS 17 ini ada tiga yang harus dipenuhi yaitu IT (teknologi informasi), akuntan dan aktuaria. Kalau tidak akan chaos,” terangnya.

Lebih lanjut, Dody menambahkan, di Asei sendiri sudah memenuhi kewajiban aktuaria ini dengan memiliki satu orang tenaga fellow actuary.

“Asei punya satu fellow actuary yang saat ini jadi appointed actuary, sesuai ketentuan pemenuhan aktuari,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari