KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah ditutup melemah 0,06% ke level Rp 14.994 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (31/5). Mata uang garuda terkoreksi data aktivitas manufaktur China hingga persoalan plafon utang AS. Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengamati, pelemahan rupiah seiring naiknya dolar AS pada awal perdagangan Rabu setelah data aktivitas China yang lemah menghantam sentimen risiko. Data Purchasing Managers Index atau PMI Manufaktur China tercatat 48,8 di bulan Mei lebih rendah dari 49,2 di bulan April dan di bawah perkiraan sebesar 49,5.
Baca Juga: Rupiah Ditutup Melemah Jelang Libur Panjang, Ini Proyeksi untuk Senin (5/6) Data yang dirilis Rabu pagi menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur China menyusut untuk bulan kedua berturut-turut di bulan Mei, dan pada kecepatan yang lebih tajam dari bulan sebelumnya. Kelemahan di sektor manufaktur tersebut merupakan pendorong utama pertumbuhan lokal, yang berarti bahwa pertumbuhan aktivitas bisnis secara keseluruhan di ekonomi terbesar kedua di dunia itu juga berkontraksi. “Ini menghantam sentimen risiko yang menguntungkan dolar sebagai tempat berlindung yang aman,” tulis Ibrahim dalam riset harian, Rabu (31/5). Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin menjelaskan, aktivitas manufaktur China yang melemah dengan mengalami kontraksi dalam 2 bulan berturut-turut itu telah menghantam sentimen risiko di Asia. Penurunan PMI China sebagai tujuan utama ekspor terbesar Indonesia akan menurun nilainya. Hal ini bisa berdampak pada penurunan neraca perdagangan dalam negeri. “Potensi penurunan neraca perdagangan akan menyebabkan cadangan devisa menurun, sehingga nilai tukar rupiah melemah,” kata Nanang kepada Kontan.co.id, Rabu (31/5). Dari internal, Bank Indonesia mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai pada kisaran 4,7% - 5,5% di tahun 2024. Perkiraan ini lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi pemerintah yang lebih optimistis di kisaran 5,3% - 5,7%. Nanang mengatakan, kondisi ini dikarenakan faktor global yang masih tidak menentu. Pelaku pasar global menantikan persetujuan pihak Kongres Amerika Serikat perihal kenaikan pagu utang yang telah menunjukkan titik terang dari pembahasan Presiden AS Joe Biden dan Ketua Kongres Kevin McCarthy. “Sentimen ini menjadikan berita positif buat dolar karena kenaikan plafon utang menandakan potensi AS mengalami gagal bayar semakin mengecil, sehingga pasar pun kembali percaya dan dolar terapresiasi,” imbuh Nanang.
Baca Juga: Tertekan, Rupiah Jisdor Melemah ke Rp 15.003 Per Dolar AS Pada Rabu (31/5) Nanang mengamati rupiah bergerak dalam tren melemah selama perdagangan bulan Mei. Rupiah terkoreksi mencapai 2,23% yang merupakan pelemahan pertama kalinya setelah 2 bulan sebelumnya mengalami penguatan. Penguatan dolar di sesi perdagangan akhir Mei ini tidak terlepas karena tingginya rasa kecemasan investor mengenai persoalan plafon utang AS yang belum memberikan rasa tenang di pasar global. Potensi pelemahan rupiah masih bisa berlanjut di pekan depan karena pelaku pasar optimis tidak terjadinya gagal bayar oleh AS. Dan juga, prospek kenaikan suku bunga The Fed yang makin kuat pada pertemuan di Juni, sehingga dolar diuntungkan. Terlebih lagi Nanang menambahkan, ketika Indonesia libur Nasional maka sentimen data ekonomi AS yang cukup padat seperti data ketenagakerjaan AS akan dipublikasi. Rupiah diperkirakan akan bertengger di atas Rp 15.000 per dolar AS seiring dengan potensi penguatan dolar. Ibrahim melihat akan adanya pergeseran fokus investor dari plafon utang ke laporan pekerjaan akhir pekan ini yang dapat memperkuat prospek kenaikan Federal Reserve lebih lanjut di bulan Juni 2023. Anggota parlemen AS akan memberikan suara pekan ini untuk meloloskan RUU bipartisan agar menaikkan plafon utang dan mencegah krisis ekonomi. Tetapi, beberapa anggota parlemen dari Partai Republik dan Demokrat telah mengisyaratkan ketidakpuasan dengan RUU tersebut, dan berencana untuk memberikan suara menentangnya di Kongres.
“Ini membuat bencana gagal bayar AS lebih kecil kemungkinannya, tetapi juga dapat mendorong Federal Reserve untuk terus menaikkan suku bunga karena inflasi tetap tinggi, yang selanjutnya membantu dolar,” ujar Ibrahim. Ibrahim memperkirakan rupiah di perdagangan Senin (5/6) pekan depan akan dibuka fluktuatif, namun ditutup melemah pada rentang Rp 14.970 per dolar AS - Rp 15.050 per dolar AS. Sementara, Nanang memproyeksikan nilai tukar rupiah di sepekan depan bakal berada pada kisaran Rp 14.900 per dolar AS - Rp 15.080 per dolar AS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi