KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah masih dalam tren positif dan telah mengalami penguatan selama lima hari berturut-turut. bahkan, rupiah terakhir mengalami pelemahan pada 2 November silam ke level Rp 14.640 per dolar Amerika Serikat (AS). Sementara pada penutupan perdagangan hari ini, Senin (9/11), rupiah sudah berada di level Rp 14.065 per dolar AS. Jika dihitung, tercatat rupiah sudah menguat 3,93% dalam lima hari terakhir. Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf menjelaskan, secara fundamental belakangan sentimen positif memang tengah berada di sisi rupiah. Salah satu katalis utamanya adalah dinamika pemilu di AS yang pada akhirnya dimenangkan Joe Biden. Kemenangan Biden disebut akan membawa angin segar bagi aset berisiko.
Baca Juga: Capital inflow terus mengucur berkat Biden, rupiah bisa kembali menguat “Di bawah pimpinan Biden, perang dagang dengan China yang kemungkinan akan melunak yang pada akhirnya akan mengikis pamor dolar AS sebagai
safe haven. Selain itu, kebijakan Biden mengenai gelontoran paket stimulus fiskal akan lebih besar ketimbang milik Trump, sehingga berpotensi bagi adanya
capital inflow ke pasar
emerging market, termasuk Indonesia, yang bisa membuat rupiah lebih menguat,” terang Alwi ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (9/11). Di satu sisi, Alwi menilai prospek dolar AS memang cenderung lemah, bahkan jika Trump memenangkan pemilu. Penyebabnya adalah Federal Reserve akan tetap mempertahankan suku bunga mendekati nol dan melanjutkan program pembelian seperti yang dikatakan oleh Jerome Powel dalam rapatnya kemarin. Dalam rapat tersebut, Powell mengonfirmasi bahwa bank sentral berkomitmen menjaga pembelian obligasi stabil pada US$ 120 miliar sebulan. Artinya, kebijakan moneter masih akan dijalankan untuk waktu yang lebih lama, dan ini menekan dolar AS. “Tapi dengan posisi dollar yang sudah
oversold bisa meningkatkan aksi
bargain hunting. Dan jika ada gugatan pemilu dari Presiden Trump, mungkin bisa mengangkat
safe haven dollar. Dua hal ini mungkin membuat rupiah terkoreksi,” lanjut Alwi. Walau ada peluang koreksi, Alwi memperkirakan tren penguatan rupiah masih akan berlanjut ke depan. Hal ini sejalan dengan meningkatnya investor
risk appetite pada aset berisiko pasca kemenangan Biden. Lalu kebijakan The Fed yang masih longgar setidaknya sampai tahun 2023 masih memberikan ruang penguatan bagi rupiah. Apalagi jika program vaksinasi terealisasi dengan baik, roda ekonomi akan bergerak secara normal, yang tentunya bisa menggedor PDB dalam negeri.
Baca Juga: Ditopang sentimen eksternal, rupiah bakal lanjutkan penguatan pada Selasa (10/11) Lebih lanjut, Alwi melihat penguatan rupiah secara berkelanjutan sebenarnya merupakan hal yang bagus, terlebih jika diiringi dengan
inflow. Dengan demikian, kepercayaan investor terhadap pemerintah bisa meningkat walaupun ekonomi Indonesia sedang dilanda resesi. “Namun, yang harus diperhatikan bahwa, penguatan yang terlalu tajam bisa memukul para eksportir. Pasalnya mata uang yang terlalu kuat akan sulit bersaing dengan eksportir lainnya. Di satu sisi, nilai wajar rupiah sebenarnya sesuai dengan asumsi RAPBN 2021, yaitu Rp 14.600,” pungkas Alwi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari