KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah dana kelolaan atau
asset under management (AUM) industri reksadana mengalami penurunan pada bulan Juni. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), AUM reksadana pada bulan Juni hanya sebesar Rp 548,48 triliun atau susut 1,74% dari bulan Mei yang sebesar Rp 558,2 triliun Penurunan dana kelolaan juga terjadi pada mayoritas jenis reksadana
(lihat tabel). Tercatat, hanya reksadana terproteksi, indeks, dan sukuk yang mencatat kenaikan dana kelolaan sepanjang bulan Juni.
Reksadana | Mei (Rp triliun) | Juni (Rp triliun) | mom |
Terproteksi | 104,05 | 109,71 | 5,44% |
Saham | 129,83 | 125,03 | -3,70% |
ETF | 14,56 | 13,58 | -6,73% |
Pendapatan Tetap | 148,77 | 144,59 | -2,81% |
Global | 18,28 | 16,8 | -8,10% |
Indeks | 10,67 | 11 | 3,09% |
Campuran | 25,64 | 24,58 | -4,13% |
Pasar Uang | 102,79 | 99,55 | -3,15% |
Sukuk | 3,61 | 3,64 | 0,83% |
Total | 558,2 | 548,48 | -1,74% |
Baca Juga: Penerbitan Obligasi Baru Mengangkat Dana Kelolaan Reksadana Terproteksi pada Juni Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengungkapkan, walaupun kelolaan reksadana saham turun cukup dalam, unit penyertaan justru meningkat. Artinya, penurunan dana kelolaan lebih disebabkan oleh turunnya aset akibat IHSG yang melemah sepanjang Juni. “Sementara untuk jenis reksadana lain yang turun dana kelolaannya, juga dikarenakan unit penyertaan yang juga turun alias ada aksi
net redemption. Di samping juga karena penurunan nilai aset oleh kekhawatiran inflasi dan kenaikan suku bunga,” ujar Wawan kepada Kontan.co.id, Selasa (12/7). Sementara terkait kenaikan dana kelolaan reksadana terproteksi, Wawan menuturkan hal ini didorong oleh maraknya penerbitan obligasi korporasi pada bulan lalu. Alhasil, terdapat ruang bagi manajer investasi untuk membungkus obligasi korporasi tersebut menjadi reksadana terproteksi.
Baca Juga: Kondisi Tak Menentu, Nasabah Tajir Geser Penempatan Dana ke Instrumen Jangka Pendek Dari sisi kacamata investor, obligasi korporasi yang baru-baru ini diterbitkan, dari segi kupon relatif naik lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya serta jauh di atas bunga deposito. Alhasil, kombinasi penerbitan baru dan tingginya minat investor untuk masuk membuat dana kelolaan reksadana terproteksi masih bisa tumbuh di tengah tekanan yang dialami reksadana lainnya. Untuk
outlook pertumbuhan dana kelolaan industri reksadana di paruh kedua tahun ini, Wawan cukup menyangsikan jumlahnya bisa naik signifikan. Walaupun investor reksadana baru kini terus tumbuh, secara nominal sumbangsihnya masih kecil. Selain itu, ia menyebut adanya aturan baru dari OJK, yakni SEOJK No 5 Tahun 2022 yang membuat pengelolaan dana unit link dilarang ditempatkan di reksadana kecuali yang berbasis SBN juga bisa menjadi masalah untuk industri reksadana. Pasalnya, ini akan menghambat pertumbuhan dana kelolaan ataupun malah menggerus dana yang sudah ada di reksadana.
Baca Juga: Susut Hampir Rp 10 Triliun, AUM Industri Reksadana Jadi Rp 548,48 Triliun Per Juni “Dengan aturan tersebut, asuransi jiwa berpotensi akan melakukan
redemption untuk melakukan pengelolaan secara mandiri maupun melalui kontrak pengelolaan dana (KPD),” imbuh Wawan.
Lebih lanjut, Wawan mengungkapkan, di awal tahun 2022, industri asuransi jiwa (unit link) yang dananya ditempatkan di reksadana mencapai Rp 162 triliun, atau sekitar 30% dari total dana kelolaan. Alhasil, ke depannya, aturan baru tersebut akan cukup berdampak terhadap keseluruhan dana kelolaan industri reksadana. Oleh karena itu, ia cukup ragu dana kelolaan industri reksadana bisa melebihi posisi akhir tahun 2021 yang sebesar Rp 580 triliun. Terlebih jika pengelola asuransi jiwa terus mengurangi porsi investasinya pada reksadana. “Namun, di luar kondisi di atas, sebetulnya reksadana saham berpotensi untuk tumbuh tinggi terkait naiknya indeks oleh pemulihan ekonomi,” tutup Wawan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati