Tetap berpijak di bumi saat masuk saham BUMI



JAKARTA. Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) kembali memikat. Lama terkulai di level gocap alias Rp 50 per saham, kemarin harga BUMI bertengger di posisi Rp 410 per saham. Setahun terakhir atau year-on-year (yoy), harga BUMI naik 720%.

Bahkan harga saham BUMI sempat menyentuh Rp 505 per saham. Ini adalah posisi tertinggi saham BUMI sejak 19 September 2013.

Kenaikan harga saham BUMI dipicu sejumlah faktor. Salah satunya adalah meningkatnya harga batubara di pasar global. Sepanjang 2016, harga batubara tumbuh 102%.


Selain itu, investor mulai memburu BUMI lantaran emiten ini hampir merampungkan proses restrukturisasi utangnya yang menggunung. Secara fundamental, apakah BUMI sudah kembali kuat?

Analis Samuel Sekuritas Sharlita Malik menilai, setelah kesepakatan melalui PKPU, beban utang BUMI akan berkurang jadi US$ 1,6 miliar. "Kami melihat ini dapat menjadi kunci utama kinerja BUMI ke depan," ujar dia dalam riset yang dirilis Rabu (8/2).

BUMI akan merilis saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) maksimal 37,8 miliar saham, serta melaksanakan obligasi wajib konversi (OWK) bagi para pemegangnya. Harga rights issue berdasarkan kesepakatan dengan kreditur, Rp 926,16 per saham atau lebih dari dua kali dari harga perdagangan BUMI.

Saham yang tak terserap akan diambil para kreditur BUMI sebagai pembeli siaga. Maklum, upaya ini juga bagian dari rencana restrukturisasi utang BUMI. Setelah rights issue, utang Bumi akan berkurang dari US$ 4,2 miliar menjadi US$ 1,6 miliar.

Analis JP Morgan Soo Chong Lim memprediksi, harga rata-rata batubara global tahun ini US$ 70 per ton. Dengan asumsi harga batubara tersebut, kinerja keuangan BUMI tahun ini diprediksi positif, dengan membaiknya nilai penjualan.

Jangan lupa, arus kas BUMI sangat sensitif terhadap harga batubara. Jika harga batubara Newcastle turun sekitar US$ 5 per ton menjadi US$ 65 per ton, maka EBITDA BUMI akan terpangkas sebesar 30% atau US$ 181 juta. "Ini berpotensi menurunkan harga saham BUMI," kata dia dalam riset Senin (6/2) pekan lalu.

Tahun ini, BUMI diprediksi bisa mengerek produksi 5,7% menjadi 92 juta ton. Pencapaian ini akan ditopang tambang Arutmin yang mulai berproduksi kembali. Secara keseluruhan, BUMI dapat mengerek produksi hingga 101 juta ton pada 2020, dengan peningkatan capex yang stabil.

Soo merekomendasikan overweight saham BUMI, melihat isu restrukturisasi yang hampir selesai dan masih stabilnya prospek harga batubara di kisaran US$ 70 per ton. Adapun Sharlita merekomendasikan buy dengan target harga Rp 608 per saham.

Analis NH Korindo Bima Setiaji menilai, secara operasional belum ada masalah signifikan yang dapat mengganggu kinerja BUMI pada tahun ini. Sehingga BUMI tidak akan mengalami kendala pembayaran utang dan bunga utang. "Restrukturisasi utang turut mengurangi interest cost BUMI, sehingga arus kas lebih positif," kata dia kepada KONTAN, Senin (13/2).

Secara fundamental, Bima belum bisa merekomendasikan BUMI. Namun dari sisi teknikal, dia merekomendasikan buy dengan target harga Rp 500 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie