Tetap Harus Bayar Denda, X Milik Elon Musk Kalah Gugatan di Australia



KONTAN.CO.ID - Pengadilan Australia menolak gugatan platform media sosial X untuk menghapus denda sebesar AU$ 610.500 (US$ 418.100) yang dijatuhkan oleh Komisioner eSafey Australia. Perusahaan milik Elon Musk itu tetap harus mematuhi pemberitahuan keselamatan Australia tentang pelecehan seksual anak.

Gugatan ini bermula dari Komisioner eSafety Australia mendenda X, dengan mengatakan bahwa platform tersebut tidak menanggapi pertanyaan tentang upaya untuk menindak konten pelecehan anak dengan baik. Komisioner mengeluarkan denda sebesar AU$610.500 kepada Twitter pada Oktober 2023.

Hukuman, yang dikeluarkan berdasarkan Undang-Undang Keamanan Daring Australia, dapat dikenakan denda harian sebesar $780.000 untuk setiap hari perusahaan tidak menanggapi.


Meski kasus ini terjadi sebelum Twitter berganti nama menjadi X, tetapi hakim tetap memutuskan demikian.

Dalam alasan yang dipublikasikan, Hakim Wheelahan mengatakan perusahaan media sosial tersebut gagal menunjukkan bahwa mereka tidak diharuskan menanggapi pemberitahuan pelaporan.

Baca Juga: Pemerintah Brasil Sita Rekening Perusahaan Musk Sebesar US$3,3 Juta

"Dari sudut pandang hukum Nevada, status baru X Corp mengharuskan tunduk pada semua kewajiban, termasuk kewajiban regulasi, yang telah dipatuhi Twitter Inc sebelum bergabung dengan X Corp."ujarnya dalam publikasi yang dikutip dari Australia Associate Press, Jumat (4/10).

Selama setahun terakhir, X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, telah dibawa ke pengadilan untuk berupaya menghapus video kekerasan serangan teroris. Dan Twitter mengisyaratkan akan memberlakukan batasan usia bagi remaja yang menggunakan media sosial.

Elon Musk sendiri sempat bereaksi menanggapi gugatan ini. Sekitar Agustus lalu, Musk melabeli pemerintah Australia sebagai "fasis" atas usulan undang-undang baru untuk membatasi misinformasi digital. Berdasarkan undang-undang yang diusulkan, perusahaan media sosial dapat didenda hingga 5% dari pendapatan tahunan mereka jika mereka gagal mengambil langkah-langkah untuk "mengelola risiko misinformasi dan disinformasi pada platform komunikasi digital di Australia.

Editor: Putri Werdiningsih