Tetap tenang walau ekspor mineral dilarang



JAKARTA. Pemerintah akhirnya memberlakukan larangan ekspor mineral mentah per 12 Januari 2014. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang sudah memproduksi nikel sesuai ketentuan pemerintah bisa bernafas lega karena produknya sudah memenuhi syarat ekspor. INCO bahkan bisa menikmati kenaikan pendapatan jika larangan ekspor mineral mentah itu berhasil mendongkrak harga nikel.Selain larangan ekspor mineral mentah, pemerintah  juga mengenakan bea keluar ekspor mineral yang sudah memenuhi batasan minimum pengolahan tapi belum dimurnikan sebesar 20% dan dinaikkan secara bertahap hingga 60% pada 2016.Sejumlah analis menilai, INCO jauh lebih siap dari emiten tambang lain dalam menghadapi aturan baru. Maklum, INCO sudah memproduksi nikel dalam matter atau produk setengah jadi dengan kandungan rata-rata nikel sebesar 78% atau melebihi ketentuan ekspor.Yasmin Soulisa, analis BNI Securities mengatakan, INCO akan diuntungkan dengan larangan ekspor mineral mentah. Ia menilai, regulasi pemerintah tersebut bisa mendongkrak harga komoditas  tambang termasuk nikel. "Dampaknya positif bagi pendapatan INCO," kata Yasmin.Dia memperkirakan, harga nikel tahun ini sekitar US$ 17.000-US$ 17.800 per metrik ton. Meski masih terbilang lemah, harga nikel sudah membaik. Sebagai pembanding, harga nikel  di bursa LME untuk pengiriman 3 bulan pada Selasa (21/1), sebesar US$ 14.725 per metrik ton.Yualdo T Yudoprawiro, analis Samuel Sekuritas Indonesia mengatakan, INCO seharusnya tidak terkena dampak dari larangan ekspor mineral mentah karena produknya telah melebihi syarat. Berbeda dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang bisa terkena dampak negatif dan bakal kehilangan pendapatan dari penjualan bijih nikel. "Justru jika pemerintah melonggarkan ekspor, harga komoditas berpotensi turun yang memberikan downside terhadap INCO," tulis Yualdo dalam risetnya, 9 Januari 2014.Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, Yasmin memperkirakan, kinerja INCO pada tahun ini masih positif. INCO akan terbantu program efesiensi yang dilakukan dengan cara mengurangi konsumsi high sulfur fuel oil (HSFO) dan mengalihkannya ke batubara.Pengurangan konsumsi HSFO memang berperan penting dalam memperbaiki biaya produksi INCO. Maklum, selama periode 2008-2012, konsumsi HSFO berkontribusi 40,5% dari total pengeluaran INCO. Tapi sejak kuartal III-2013, biayanya berhasil ditekan menjadi 38,6%.Dengan efisiensi, Yasmin memperkirakan, pendapatan INCO tahun ini bisa mencapai US$ 1,17 miliar naik 13,59% dari tahun lalu. Sedangkan, laba bersih mencapai US$ 88,9 juta atau naik 34,49%.Yasmin merekomendasikan hold saham INCO dengan target harga Rp 2.700 per saham. Harga ini mencerminkan price earning ratio (PER) sebesar 27 kali.Analis JP Morgan, Stevanus Juanda memberikan rekomendasi neutral saham INCO dengan target harga Rp 2.800 per saham. Sedangkan, analis Maybank Kim Eng, Isnaputra Iskandar merekomendasikan buy saham INCO dengan target harga Rp 2.925 per saham. Kemarin, harga saham INCO menguat 3,58% ke Rp 2.750 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Sofyan Hidayat