KONTAN.CO.ID - Penetapan batasan tarif maksimal Rapid Test Antibodi oleh pemerintah sebesar Rp 150.000 mendapatkan sorotan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch. Koordinator bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyebut semestinya aturan batasan tarif pemeriksaan Rapid Test Antibodi adalah lewat Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) atau Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) dan bukan Edaran (SE) Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan. “Surat Edaran sifatnya hanya sebatas anjuran dan bukan regulasi yang mengikat,” ujar Timboel dalam keetrangannya, Selasa (7/7).
Timboel juga menyayangkan tidak diaturnya secara jelas tentang biaya pemeriksaan Rapid Test Antibodi bagi masyarakat tidak mampu. Terutama peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang harus mengikuti Rapid Test Antibodi, apakah harus bayar atau ditanggung BPJS Kesehatan?. Timboel menyebut, mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan semestinya peserta JKN tidak boleh diminta biaya lagi atas pelayanan yang sudah sesuai haknya. “Jadi, semestinya Rapid Test Antibodi dijamin program JKN,” kata dia. Seperti diketahui, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/I/2975/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi. Surat Edaran tersebut ditandatangani Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Bambang Wibowo pada 6 Juli 2020. Adapun batasan tarif tertinggi pelayanan pemeriksaan Rapid Test Antibodi yang diatur adalah sebesar Rp 150.000. Besaran tarif ini berlaku bagi masyarakat yang melakukan pemeriksaan Rapid Test Antibodi atas permintaan sendiri.