Thailand banjir, industri mulai cemas



JAKARTA. Banjir yang melanda beberapa daerah di Thailand telah menelan banyak korban. Tak hanya korban jiwa tapi juga kerugian ekonomi. Tak hanya bagi Thailand, banjir di sana dipastikan berdampak ke Indonesia.

Tutupnya sejumlah pabrik dan terhentinya transportasi di area banjir di Thailand akan menghambat pengiriman bahan baku ke Indonesia. Padahal, banyak industri di Tanah Air mengandalkan pasokan bahan baku dari Thailand.

Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Ekspor dan Impor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro menuturkan, industri yang terkena imbas adalah industri makanan dan minuman. "Industri ini bergantung dari pasokan gula tebu (raw sugar) di Thailand," ungkapnya, Kamis, (13/10).


Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), impor produk migas dan non migas dari Thailand dari Januari hingga Agustus 2011 mencapai US$ 6,95 miliar. Dari angka tersebut, terbesar adalah gula tebu yakni US$ 615,47 juta. "Jika pasokan terhambat, pengusaha akan kesulitan produksi," ujar Toto.

Gangguan pasokan terjadi karena sejumlah fasilitas dan layanan transportasi di Thailand tergenang banjir. Ini berpengaruh terhadap proses pengapalan (shipment).

Jamaknya, pengiriman barang dari Thailand ke Indonesia memakan waktu satu hingga dua minggu diprediksi akan molor. "Selain pengiriman molor, banjir bisa mengancam kualitas produk," ungkapnya.

Tidak mustahil memang. Salah satunya produk beras. Banjir bakal mengganggu pengadaan stok beras di Indonesia sekaligus kualitasnya.

Menurut Sutarto Alimoes, Direktur Utama Perum Bulog, banjir Thailand akan menghambat pemerintah untuk melakukannegosiasi pembelian beras sebanyak 300.000 ton yang telah dipesan sejak akhir Juli 2011 lalu. "Status terakhir kami sudah berkirim surat, namun kami tidak bisa mengirimkan tim ke sana untuk memastikan negosiasi harga karena banjir," ungkapya.

Bahkan, Sutarto mengaku sedang mengkaji rencana cadangan jika kontrak kerja sama pembelian beras dengan Thailand akhirnya batal. Salah satunya dengan menjajaki kerja sama dengan India untuk pengadaan beras untuk cadangan pangan. "Kami tengah menjajakinya," ujarnya.

Honda cemas

Kekhawatiran atas dampak banjir juga tengah melanda industri otomotif. Tidak dipungkiri, banyak industri otomotif di Indonesia mendapat pasokan dari Thailand. Jongkie Sugiarto, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menuturkan, ancaman banjir bisa terjadi pada suplai komponen dan impor produk mobil dalam keadaan utuh atau completely built up (CBU).

Saat ini, menurut Jongkie, hampir seluruh Agen TunggalPemegang Merek (ATPM) mengandalkan komponen dari Thailand. ATPM itu antara lain: Toyota, Honda, Ford dan Mazda.

Jonfis Fandy, Direktur Pemasaran dan Purna Jual PT Honda Propect Motor (HPM) mengaku cemas. Pabrik Honda di Thailand juga berhenti beroperasi karena banjir. Apalagi, bisnis HPM masih terpukul akibat dari bencana tsunami di Jepang pada Maret 2011 lalu. "Kami cemas dan baru saja sudah ada kabar pabrik di Thailand terkena genangan banjir," ungkapnya.

Menurut Jonfis, pabrik Honda di Thailand selama ini mensuplai komponen dan sejumlah produk impor utuh atau Completely Built Up (CBU) seperti sedan seperti Civic, City, dan Accord. "Jika pasokan terhambat, tentu ini bisa memukul penjualan kami ," tutur Jonfis.

Widyawati Soedigdo, General Manager Marketing Planing Customer Relation Division PT Toyota Astra Motor, mengaku, masih terus berupaya mendapatkan infomarsi terkini dari Toyota-Thailand. "Kami masih menunggu konfirmasi dari Thailand," ujar Widyawati. Namun, hingga kini belum ada kejelasan. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: